Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Tips Membatasi Anak Bermain Games di Ponsel

Tips Membatasi Anak  Bermain Games di Ponsel

Dalam sebuah obrolan di grup yang isinya para ibu-ibu, ternyata kami memiliki keluhan dan kekhawatiran yang sama, apalagi kalau bukan, kegemesan melihat anak-anak berinteraksi dengan ponsel yang kadang durasinya cukup lama.. Agak dilematis karena di sisi lain ponsel jadi kebutuhan untuk membantu proses belajar mengajar, info tugas sekolah,  mengumpulkan tugas melalui google classroom atau mencari referensi.  Masalahnya benar nggak mereka sedang  ngerjanin tugas atau nyambi main games? Nyambi stalking medsos? Nyambi nonton youtube?

Di satu sisi harus memberi kepercayaan pada anak jika memang mereka sedang mengerjakan tugas, di sisi lain waspada. Saya sering menegur anak-anak di rumah jika terlihat cukup lama di depan ponsel, jawaban mereka,”Ini lagi nugas.” Nggak mungkin juga kan setiap mereka buka ponsel saya intip? Ya paling sesekali di lihat.

Jaman sudah berubah, jika dulu anak-anak berkumpul untuk bermain bareng secara  fisik seperti sepak bola, petak umpet dan lain-lain, kini main barengnya main ponsel, mabar – main game bareng. Saya membatasi anak-anak main game, juga medsos.

Saya mensiasatinya dengan cara;

  • Tidak bosan mengingatkan agar memakai kuota ponsel seefektif mungkin karena kuota itu harus dibeli, ini sekaligus menanamkan pada anak nilai sebuah uang, bagaimana uang harus digunakan secara efisien dan efektif.
  • Memutuskan tidak lagi langganan wifi lagi, agar akses  setiap anak pada internet terkontrol, lebih hemat juga karena hanya memberi kuota sekian GB seminggu dan harus cukup.
  • Mendorongnya mereka untuk memiliki kegiatan lain di luar kegiatan sekolah seperti memiliki hobi  dengan aktif di ekskul sekolah. Alhamdulillah kedua anak aktif olah raga bela diri setiap minggu latihan dua kali.
  • Anak-anak  cukup melek buku, artinya jika ada buku baru, buku menarik, mau baca. Memberi tugas target membaca buku, satu bulan satu buku pilihan saya sesuai selera mereka. Untuk memastikan mereka membaca buku yang saya tugaskan, saya akan meminta mereka menceritakan isi buku tersebut secara lisan.
  • Tidak bermain game berbayar tanpa ijin dan sepengetahuan orang tua. Uang jajan anak-anak di pas hingga tidak mampu beli voucher game. Sehari uang jajan mereka hanya 10 ribu, jadi hanya cukup buat jajan di sekolah.  Selain diberi pengertian dan alasan kenapa main games di ponsel harus dibatasi.

Sejauh ini, cara di atas efektif membatasi waktu anak-anak bermain game di ponsel, agar tidak kecanduan dan waktu mereka digunakan untuk hal lain. Pemabatasan waktu main games di ponsel juga tentunya hemat secara finansial.

Waktu santai bersama Bapak

Ada kesepakatan yang tidak tertulis antara saya dan suami, kalau urusan maint games dengan voucher, ijin dan mintanya sama Bapaknya.  Untuk  vochernya, Suami biasanya membeli melalui aplikasi BRImo karena suami nasabah BRI dan pengguna aplikasi BRImo. Keuntungan membeli voucher games di BRImo terdapat berbagai jenis voucher game  seperti PlayStation Store Gift Card, Steam Wallet, UniPin Voucher, Google Play, Mobile Legend.




Cara membeli voucher game di BRImo :

Buka aplikasi BRImo

Login dengan username dan password

Pilih menu lifestyle, lanjutkan pilih menu ‘voucher game’, lalu pilih game yang akan kita beli, pilih nominal pembelian, lanjutkan, pilih sumber dana dan rekening, klik konfirmasi.

Cara Redeem voucher games di Google Play:

Buka aplikasi Google Play, pilih icon di halaman kanan atas, pilih menu payment and subscriptions, masukkan redeem code pada halaman ini, masukkan kode voucher, lanjutkan dengan klik ‘confirm’ untuk melakukan penukaran kode. Lalu klik ‘see reward’ untuk melihat saldo google play.

 BRImo FSTVL

Dan ada kabar gembira untuk para nasabah tabungan BRI   pengguna Super Apps BRImo yaitu BRImo FSTVL 2024 yang dimulai dari 1 Oktober 2024 – 31 Maret 2025. Melalui BRImo FSTVL, BRI memberikan apresiasi serta pengalaman kepada seluruh nasabah yang terus meningkatkan saldo serta memperbanyak transaksi menggunakan BRImo, kartu debit dan kartu kredit BRI.



Program BRImo FSTVL 2024 merupakan sebuah program loyalty yang dipersembahkan untuk seluruh nasabah tabungan BRI dalam bentuk undian berhadiah yang bersumber dari setia rata-rata saldo dan nominal BRI Poin yang dimiliki nasabah selama periode program.

Program Direct Gift (Redeem BRIPoin) adalah program loyalty yang diberikan kepada seluruh nasabah Tabungan BRI (BritAma dan Simpedes), pengguna e-banking (BRImo, Qlola Internet Banking, dan ATM), kartu debit dan kartu kredit BRI akan mendapatkan reward dalam bentuk BRIPoin atas setiap transaksi yang dilakukan.

Dengan memperbanyak tabungan dan meningkatkan transaksi di BRImo FSTVL makin besar kesempatan meraih berbagai hadiah menarik seperti 10.000 hadiah langsung dari BRImoRSTVL, hadiah undian BMW 520i M Sport, Hyundai Creta Alpha dan kendaraan vespa primaveral dan hadiah mingguan di Friday Deals.

Informasi lengkap bisa dilihat di BRI

 

#BRImo #BRImoMudahSerbaBisa #BRImoFSTVL #BerlimpahHadiah

 

 

[Parenting] Ngopi bareng anak gadis

Diajak ngopi anak gadis!? Jujurly kaget.

Begini awal percakapannya.

“Mah ngopi yuk?”

“Ngopi di mana? Ngopi aja di bengkel,” saya menunjuk bengkel Pak suami yang juga jualan kopi.

“Ada kopi Nako di Pamulang, deket Winataharja,”

“Iya tahu, kan kita pernah lewat situ.”



Sekitar setahun lalu Pak Suami ngajak saya dan anak-anak mampir ke  di Kopi Nako Baranangsiang Bogor, saat ke Bandung kami juga sempat lewat (iya lewat doank) kopi Nako, jadi kayaknya ingatan si anak gadis sama kopi Nako ini cukup lekat.

“Ngopi yuk mah di sana, aku bayarin deh.”
“Hah bener nih,” percaya ga percaya ditraktir kopi sama anak gadis. Si anak gadis memang punya uang beberapa ratus ribu karena Desember 2022 lalu dapat uang hasil hobinya. Akan saya ceritakan dipostingan berikutnya, biar ada bahan tulisan hehehe.

Jadilah hari senin saat libur cuti bersama imlek kemarin kami cus ke kopi Nako Pamulang. Yang membuat hati saya berbunga-bunga bukan karena ditraktirnya tapi anak abg mengajak mamanya ekplore tempat baru dan nyobain nongkrong di kedai kopi itu sesuatu lho.

Apakah dia mengangap Mamanya asik? Ehm, rasanya ga 100% benar, karena saya merasa bukan tipe mama asik. Lebih dominan dan otoriter sebagai orangtua. Tapi kami punya beberapa kesamaan yang membuat obrolan kami nyambung, salah satunya sama-sama suka baca novel walaupun sekarang saya sudah sangat jarang baca novel, tapi karena di rumah banyak novel yang saya koleksi sejak masih gadis dan kalau ngomongin buku Mamanya tahu jadilah nyambung. Sama-sama pengen nulis buku walaupun si anak gadis masih bingung pengen nulis apa dan dari mana mulainya heuheu. Dia terinspirasi dari buku-buku Tere Liye yang setahun ini dibacanya, banyak buku seri Tere Liye sudah dibacanya termasuk seri yang paling banyak, Bumi. Buku-buku itu dipinjamnya dari perpus sekolah atau teman-teman sekolahnya. 

Selain itu si anak gadis adalah teman curhat. Yap biasanya saya curhat sama anak gadis kalau lagi kesel sama Bapaknya hahaha. Entahlah cara ini bijak atau tidak, tapi rasanya lega kalau sudah curhat. Namanya juga rumah tangga ya jalannya ga selalu mulus, ada salah paham, ada beda pendapat, ada selisih paham. Daripada curhat di medsos ya kan. 

Hubungan saya dan anak gadis, kayak kopi, manis tapi ada pait-paitnya hahaha. Kami suka bersitegang kalau soal beresin kamar, pembatasan hp dan quota. Si anak gadis suka sok sibuk jadi tidak sempat atau asal-asalan beresin kamarnya sehingga handuk masih nyangkut di kursi saat dia berangkat sekolah. Mukena tidak dilipat, dsb. Berkali-kali kejadian dan berkali-kali saya ngomel. Inisiatifnya masih kurang. Ya si anak gadis memang dijuluki 'si paling sibuk' di rumah, sibuk organisasi di sekolah, jadi pengurus organisasi kepanduan dan kesiswaan, sibuk ekskul juga. Gurunya pernah nyebut si anak gadis aktivis. 

Si anak gadis dan anak bujang juga pernah mengkritik katanya, Mama kalau nyuruh suka marah-marah. Saya ngeles donk,”Mama marah kalau pada ga nurut. Diminta beresin kamar, iya iya aja udah ngomel baru dikerjakan. Diminta ke warung, sambil jalan wajahnya cemberut.”

Sepertinya anak-anak merasa beresin kamar sendiri, meletakkan barang pada tempatnya lagi sehabis digunakan, bantu beres-beres rumah adalah hal sepele dan tidak penting, jadi abai. Saya sebaliknya sangat menekankan karena hal kecil itu bekal hidup mandiri. Kemandirian berawal dari hal kecil. Bentuk tanggung jawab pada dirinya sendiri dan orang lain. Ya begitulah, panjang lebar nasehat diulang-ulang dengan harapan mereka paham dan tumbuh jadi anak mandiri dan punya inisiatif.

Lanjut ke cerita ngopi. Kami menghabiskan waktu di kopi Nako kurang lebih 1.5 jam, waktu yang menurut si anak gadis kurang karena dia belum selesai nulis diarynya.



Apa daya telepon sudah berdering-dering dari anak bujang yang minta dijemput pulang dari bengkel. Kami memang tidak  bilang mau ngopi sama anak bujang karena kalau bilang pasti dia ingin ikut, tidak  mungkin tidak ingin ikut.

Apa yang kami bicara 1.5 jam, keinginan-keingian si anak gadis, mau ini itu. Pengen ngopi bareng lagi tapi lama katanya jadi Mama bawa laptop aja, dia juga mau bawa laptop buat gambar.

Si anak abg yang sedang mencari jati diri, ingin menjadi seseorang, ingin ini itu tapi ingin seperti orang lain juga. Ingin nampak asik, gaya dan merasa sudah besar.

Agar tetap on track saya kasih nasehat sedikit-sedikit, intinya hemat hahaha, boleh ngopi di tempat seperti ini tapi sekali-kali dan uang sendiri, kalaupun sudah bekerja tetap ya harus mengeluarkan uang seperlunya, tetap harus punya tabungan/investasi. Saya kasih contoh soal keuangan saya dan Abinya, bagaimana kami mengeluarkan uang seperlunya walaupun mampu, agar memiliki tabungan sehingga saat ada kejadian tak terduga, kami survive. Saya contohkan juga bagaimana ibu saya (neneknya) mengajari saya soal menggunakan uang sesuai keperluan bukan keinginan.

Saat di sana kami melihat sepasang anak muda rangkulan, saya nasehatin soal hubungan lelaki perempuan. Karena dia sekolah islam dan ada kegiatan keputrian sejak sekolah dasar (setiap jumat) yang salah satu kajiannya tentang fiqih, saya jadi tidak terlalu sulit menasehati, bagaimana seharusnya hubungan lelaki dan perempuan dalam islam sebelum menikah karena godaannya besar, bisa lebih dari sekedar ingin pelukan.

Begitulah sekelumit obrolan santai kami diselingin satu cup kopi, es lemon dan kentang goreng di suatu siang menjelang sore.

 

 

 

 

Stimulasi Anak dengan Masak Seru Bareng Ibu

 Stimulasi Anak  dengan Masak Seru Bareng Ibu 

Salah satu cara stimulasi  yang saya lakukan pada anak-anak saat kecil adalah mengajak mereka ke dapur. Agar ‘bermain’ di dapur aman, pastikan aktivitas tidak menggunakan benda tajam seperti pisau jadi biasanya mengajak membuat kue.

Banyak stimulasi yang bisa didapat saat anak-anak ‘bermain’ di dapur,  kosakata bahan makanan mereka akan bertambah, kinestetik terstimulasi karena anak akan terus bergerak dan bereksplorasi dengan alat dan bahan makanan yang ada di dapur, secara tidak langsung motorik halus akan terstimulasi,  saat mengajak anak membuat kue, anak akan berkenalan dengan timbangan dan angka. Dapur juga tempat yang  tepat dan aman untuk anak mengeksplorasi indra peraba, perasa dan penciumannya. Selain kecerdasan anak terstimulasi, mengajak anak beraktivitas di dapur juga meningkatkan bonding antara anak dan ibu.


Masak seru bareng ibu


Saya pernah menceritakan mengajak anak-anak di dapur saat mereka usia balita di sini. 

membekali life skill
Seiring usia,  ketika anak-anak  memasuki usia sekolah intensitas bermain di dapur jadi berkurang tapi kenangan saat mereka main di dapur sepertinya cukup melekat, jadi saat kembali diajak ke dapur untuk membuat makanan kesukaan seperti membuat dimsum, cake, aneka olahan ayam, pasta, mereka semangat. Tidak kaku jika diminta bantuan mamanya masak. Si Kaka yang duduk di kelas 3 SMP sudah punya inisiatif masak, dengan catatan yang dimasak makanan kesukaannya, olahan ayam dan telur. Si sulung senang waktu saya rekomendasikan beberapa akun masak dengan video masak estetik dalam negeri maupun luar negeri dan pernah  mencoba mempraktikkan resepnya.  

Untuk anak yang memasuki usia remaja mengajak mereka memasak di dapur sama dengan membekalinya life skill. Bukan mereka harus jago masak tapi minimal tidak kaku jika keadaan mengharuskan mereka memasak, misalnya saat jadi anak kost tinggal di luar kota bahkan luar negeri. 


Dimulai dari Rinnai

Rinnai awet
  Bicara soal masak – memasak di dapur  tidak lepas dari kompor.       Masak atau baking pasti perlu kompor. Kompor yang saya gunakan di rumah adalah kompor Rinnai. Kompor sebagai salah satu teman wajib anda di dapur.  Kompor Rinnai menemani perjalanan memasak saya selama berumah tangga, kurang lebih 17 tahun!


Saya pernah menuliskannya di sini Perjalanan Memasak Bersama Rinnai

Berawal dari seorang sepupu yang menghadiahi kompor Rinnai saat kami menikah. Setelah 10 tahun,  kompor hadiah pernikahan itu kami lungsurkan  dan menggantinya dengan Rinnai yang baru. Pilihan jatuh kepada Rinnai karena awet, masalah yang terjadi biasanya hanya pada tungku api dan itu bisa dibeli dengan mudah di toko peralatan rumah tangga online ataupun offline



Rice Cooker Miyako

Selan Rinnai, peralatan dapur yang menemani perjalanan  adalah Rice Cooker Miyako. Pilihan jatuh pada Miyako karena kualitasnya terjamin, nasi matang sempurna dan pulen. 











Kolaborasi Miyako x Rinnai

Dalam rangka merayakan hari ibu, natal dan tahun baru 2023. Rinnai berkolaborasi dengan Miyako. Miyako x Rinnai, mengadakan kompetisi foto dengan tema “Masak Seru Bareng Ibu” yang berlangsung dari tanggal 1-30 desember 2022. Foto yang mengabadikan momen bahagia ibu melakukan aktivitas di dapur bersama buah hati tercinta dan mempostingnya di laman instagram.

Kompetisi foto ini bertujuan agar para ibu dapat berbaur dengan anak-anak mereka serta memberikan edukasi positif kepada anak-anak akan banyaknya kegiatan positif yang dilakukan di rumah bersama keluarga. dari kegiatan tersebut dapat tercipta moment seru di hari ibu dan dapat berlanjut ke kegiatan sehari-hari. Kegiatan memasak di dapur juga menjadi pilihan kegiatan positif agar anak-anak tidak terus menerus terpapar oleh gadget dan bisa menyerap hal-hal poitif yang dapat dilakukan di dapur bersama ibu.

Kegiatan ini juga sejalan dengan fokus  Miyako dan Rinnai yang ingin mengajak para ibu untuk terus semangat dalam menjalani perannya sebagai “Super Mom” yang selalu memberikan yang terbaik.

kompetisi foto ini menantang kreativitas para ibu yang aktif di media sosial untuk ikut serta mengabadikan momen seru di dapur bersama buah hati.

Selain kompetisi foto Miyako x Rinnai juga mengadakan Live Cooking demo di instagram pada 23 desember 2022 dengan menggunakan beberapa produk Miyako dan Rinnai dengan beragam hadiah menarik. Untuk para ibu yang ikut kompetisi ini dapat ikut Live Cooking demo tanpa registrasi. live cooking demo akan berlangsung pukul 9.00 – 10.00 wib di instagram Rinnai (@rinnai_Indonesia) dan pukul 14.00-15.00 wib di instagram Miyako (@miyako_indonesia)

Puncak kompetisi ‘Masak Seru Bareng Ibu’, pemenang kompetisi akan mendapat kesempatan untuk masak bersama chef Norman Ismail secara langsung di studio Miyako dan Rinnai. Pemenang utama yang sudah terpilih dan diumumkan secara langsung di media sosial Miyako dan Rinnai. Info untuk memenangkan hadiah produk-produk Miyako dan Rinnai dengan total hadiah puluhan juta rupiah dan ratusan merchendice menarik lainnya. 

 

 

 

 



 

 

 











[Parenteen]Tujuh kemampuan manajemen diri yang harus dimiliki anak remaja

Tujuh kemampuan manajemen diri yang harus dimiliki anak remaja

Bulan lalu saya mengikuti Talk show yang sangat menarik dengan narasumber Ms. Irene Phiter seorang Parent Coach, master trainer dari BrainFit Indonesia, Strengths Coach – Gallup, Results-Based-Coach – Neuroleadership. Talk show ini diselenggarakan di Aurum Meeting Room 2 nd Floor, Hotel Pullman Jakarta oleh UIC College Jakarta dan UTS College Sydney, dengan tema 7 Essential SELF-Management Skills to prepare Your Child Before Studying Overseas. Liputannya sudah saya tulis di sini.

Di postingan ini saya hanya akan menuliskan 7 kemampuan managemen diri yang harus dimiliki anak remaja yang bisa dilatih orang tua di rumah agar kelak anak tidak hanya mandiri tapi mampu mengelola emosinya dengan baik.

7 Essential SELF-Management Skills to prepare Your Child

A teen’s brain a work in progress

Berdasarkan penelitian, pada usia ini kemampuan berpikir si remaja di dominasi emosi, kebanyakan keputusan diambil berdasarkan pertimbangan emosional, suka tidak suka, yang banyak disukai atau sedang trend. Belum terlalu memikirkan sebab akibatnya.

Sebagai Mama yang memiliki anak remaja (usia 15 tahun) saya bisa melihat ini pada anak gadis saya. Antusias pada banyak hal, semangat mengerjakan ini itu apalagi bareng teman, tapi kemampuan untuk merencanakan sesuatu masih belum bisa, masih berdasarkan spontanitas sehingga sering kebingungan, ‘aku ngerjain apa dulu ya’? atau merasa  ‘aku tidak ada waktu’. 

Berikut 7 kemampuan manajemen diri yang harus dimiliki remaja;

Train dan coach problem solving skills. Mengajari anak kemampuan memecahkan masalah. Untuk mendapatkan kemampuan ini, si remaja bisa diilatih di rumah dengan meminta menyelesaikan masalah keseharian, misal saat mencari atau meminta sesuatu, berikan alternatif pilihan.  Jangan membiarkan kita, orangtua cepat mengambil keputusan dengan mengatakan, ya udah itu aja, ini saja, beli saja dsb. Biarkan anak belajar membuat keputusan. Terlihat sepele ya tapi berpengaruh banget lho. Saat  anak berkata, terserah Mama, terserah Papa, artinya mereka tidak berani memutuskan.

A lack of problem solving skiils has been linked to mental health problems, such as depression  and suicidality   Amy Morin , Prof Psychotherapist and psychology at Northeastern University

5 langkah melatih problem solving skills pada anak remaja;

Define, definiskan  masalah

Brainstorm, berikan pilihan-beberapa alternatif

Pick, pilih salah satu setelah dipertimbangkan, pinjam jika pilih membeli solusi terlalu mudah dan anak tidak belajar fight.

Implement, lakukan, pinjam adik.

Review, nilai hasil keputusan, baikkah atau perlu perbaikan. hemat dan efisien.

Contoh kasus, Misal saat anak di rumah mencari kaos kaki dan tidak ketemu, orang tua jangan cepat memutuskan beli baru tapi beri alternative pada anak untuk menyelesaikan masalah dengan alternative lain (membeli alternative terakhir), misal meminjam punya adik.

Practice making choices – the right choices

Memilih antara yang baik dan buruk, pasti mudah, tapi jika dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama baik dan harus memilih salah satu?
Misal saat memilih makanan sehat, sayur atau salad buah?

Terapkan ini dalam kehidupan keseharian anak remaja, saat dia bingung membuat keputusan, misal anak saya pernah bingung mau pilih ekskul antara nari sama atletik, sama-sama dia sukai, tapi tidak bisa ambil dua-duanya karena waktunya bersamaan. Dengan pertimbangannya sendiri dia memilih atletic, kalau saya inginnya dia ikut nari hehehe.

Keputusan kecil yang rasanya bisa kita ambil alih keputusannya tapi berdampak tidak baik bagi perkembangannya. Jadi tahan diri untuk mengambil alih keputusan, biarkan si anak memilih, orang tua cukup menanyakan alasan kenapa pilihannya itu. Jika tidak membawa dampak negatif, melanggar norma sosial dan agama, biarkan anak dengan keputusannya.

It’s always as simple right or wrong choice. The hardest part is to choose between right and right choices.

Practice planing ahead and organizing. Melatih remaja untuk membuat rencana dan mengorganisir. Anak remaja yang didominasi emosi cenderung belum mampu membuat rencana, lebih suka hal yang sifatnya spontan. Hari ini ya hari ini, besok bagaimana besok.

Mulai latih si remaja membuat rencana, misal rencana kegiatan besok hari selain sekolah apa yang akan dikerjakan di rumah.  Ini bisa dilakukan dengan memberi anak buku agenda dan diminta mencatat rencana kegiatannya jangka panjang atau pendeknya di sana.

Planing requires the ability to think about the future or anticipate possibilities and the right ways to reach specific goals.

Healthy Coping Skills, melatih anak mengatasi kesehatan mentalnya. Perasaan marah, frustasi, takut,  merasa sendiri dan kecewa adalah manusiawi. Setiap orang pernah merasakan perasaan itu. Biarkan anak mengenalinya tapi latih untuk mengatasinya. Cari penyebab perasaan itu muncul, cari solusinya. Jika tak sanggup sendiri, sarankan anak meminta bantuan tapi pada orang tepat.

College student don’t know how to deal wih anger, frustration, loneliness, fear or disappointment. Teen who lack healthy coping skills may turn to food, drugs, alcohol to deal with the discomfort.  

Develop self-love and practise concrete habits of self-love

Melatih anak mencintai dirinya sendiri. Merasa dirinya dicintai dan layak dicintai. Membuat anak merasa dirinya berharga.

Self-confidence, percaya diri, menerima kelebihan dan kekurangannya hingga bisa tampil percaya diri di manapun.

Self-care,  memiliki rasa kepedulian pada dirinya sendiri, kebersihan, kesehatan dan kebutuhan dirinya.

Self-control, memiliki kontrol diri yang baik sehingga tidak mudah terbawa/terhasut oleh teman-temannya. Dia sudah bisa menentukan sikap, ya atau tidak saat diajak temannya.

Self-compassion, menyayangi dirinya sendiri.

Bagaimana melatih self-love ini? Hargai setiap kemajuan anak, beri pujian yang sesuai, tidak berlebihan, berikan kasih sayang, dengarkan keluhan atau obrolannya.

Encourage taking actions and executing plans

Mendorong anak mengambil tindakan dan mengerjakan rencana tidak sekedar tahu. Jadi saat anak berencana ingin ini itu, yang berkaitan dengan hal yang diasukai atau minati, dorong untuk mewujudkannya, jangan hanya diangan-angan atau sekedar tahu dan ingin.

Train and model growth mindset

Membentuk mindset yang terus tumbuh, dengan cara;

Building the habit of doing experiment and try out new things, beri kesempatan pada anak untuk berekplorasi sesuai keingian dan minatnya.

Building the habit of learning from mistakes, toleransi saat melakukan kesalahan selama kesalahannya bukan hal fatal. Biarkan anak belajar dari kesalahannya.

Building the habit of listening and asking for feedback and input from others. Ini dilakukan dengan cara orangtua memberi contoh dengan cara mendengarkan masukan anak.

Building the habit of mindset and behaviour sefl-monitoring, memberi anak waktu merenung dan menilai keputusan yang sudah diambilnya.  

Aktivitas Kreatif Remaja Gen Z

Manfaat Internet bagi remaja generasi Z


Liburan sekolah akhirnya berakhir, anak-anak semangat kembali ke Sekolah. Yap setelah dua tahun sekolah daring, moment pergi ke sekolah sangat ditunggu-tunggu. Bahkan saat menjelang liburan semester kemarin si sulung mengeluh,”Aku ga mau libur sekolah. Sebel libur sekolah terus.” 

Si sulung (kelas 2 smp)  ga suka libur sekolah bukan karena hobi belajar, kutu buku atau rangking 1 dapat beasiswa,  ikut olimpiade science, itu sih harapan Mamanya heuheu. Sesekali dia ikut perlombaan mewakili sekolahnya tapi bukan bidang akademis.  Nilai akademisnya sampai saat ini alhamdulillah cukup baik. Si anak gadis pernah bilang sebel sama matematika  tapi saya selalu bilang mengerjakan soal matematika itu asik kayak main game. Jadi kenapa si anak gadis ga mau libur sekolah?

Si sulung  tipe anak supel dan senang berorganisasi, punya inisiatif jadi seksi sibuk kalau ada acara di sekolah sejak sekolah dasar. Kalau ada lomba antar kelas dia paling sibuk mengatur dan membuat rencana ini itu. Saya pernah menuliskan cerita masa sekolah dasarnya  tentang aktivitas di ekskul dan organisasi kepanduan di Masa-masa Indah di Sekolah Dasar.

Dua tahun pandemi menuntutnya belajar daring dan tidak berinteraksi dengan temannya secara langsung sempat membuatnya stress, murung dan uring-uringan sampai menemukan sesuatu lewat internet dan media sosial, ‘teman’ dan ‘mentor’ nya menggambar, dengan memfollow ilustrator-ilustrator senior. Dia memang suka menggambar sejak sekolah Taman Kanak-kanak.

"Ma, aku ikut webinar digital art ya, Mama bayar ya, aku kirim ke wa Mama form isiannya."

"Ma, ada webinar animasi, aku pengen ikutan, Mama bayarin ya. "

"Ma, kayaknya aku harus punya laptop sendiri, laptop Mama jadul tiap aku pake gambar  hang melulu ga bisa  ngerender," Laptop saya memang jadul, spesifikasi rendah karena peruntukan hanya untuk menulis, ngeblog.  Akhirnya laptop bapaknya dilungsurkan karena speknya cukup tinggi. 

"Memangnya dia bisa mengoperasikannya, kan beda, aplikasinya gambarnya juga beda,"tanya saya pada Suami. Beradaptasi pada sistem operasional baru kan agak ruwet, pikir saya. 

"Bisalah emang Mamanya," cibir suami.

Ternyata memang hanya butuh waktu satu hari si sulung beradaptasi dengan sistem operasional dan aplikasi baru di laptop barunya. 

Beberapa hari berikutnya, dia bertanya pada saya cara membuat blog. "Aku mau simpan gambar di blog Mah, bukan nulis kayak Mama, buat open commision gitu. Mama ngerti kan open commision?"

Moment-moment  yang menghentak kesadaran saya jika si sulung bukan anak kecil lagi. Inisiatif, keluwesannya beradaptasi dengan teknologi, caranya menentukan pilihan,  kemampuannya menerapkan atm  (amati, tiru dan modifikasi) dan menangkap peluang,  mengingatkan saya pada istilah generasi Z, generasi yang sejak kecil kenal dan akrab dengan gawai yang canggih. Internet menjadi bagian dari gaya hidup yang bermanfaat. 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan tahun 2020, disebutkan bahwa generasi Z atau Gen Z merupakan penduduk yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 atau generasi yang berada pada rentang usia 10-25 tahun.  Sebuah generasi peralihan dari generasi millennial dengan teknologi-teknologi yang makin berkembang. 

Generasi Z yang akrab dengan teknologi digital dan menjadikannya bagian dari keseharian. Belajar tidak hanya dari bangku sekolah juga dari internet.

Selama pandemi si sulung ikut beberapa kali webinar tentang digital art, ikut lomba desain dan gambar walaupun belum sempat menang, saya senang karena wajah murungnya berangsur hilang. 

Ada saatnya dia bosan menggambar dan merasa tidak ada ide seperti saat menjelang liburan kemarin. “Terus aku ngapain di rumah? Liburannya lama lagi.”


Remaja generasi Z fasih dengan beragam aplikasi 
Boleh intip koleksi gambarnya di www.zahrayes.blogspot.com


"Ya, bantuin Mama aja beresin rumah,"saran saya, selama liburan sekolah otomatis porsi bantu pekerjaan rumah bertambah. 

Boleh intip animasi sederhana hasil si sulung, menggabungkan gambar dengan photoshop dan after effect



Suatu hari tanpa diduga  si anak gadis minta dibelikan ayam fillet katanya mau praktik masak. Dan jadilah masakan di foto ini, resepnya dia dapat dari  browsing di Google dan media sosial (instagram dan pinterest). Selang beberapa hari praktik masak  lagi. Berikut hasil masakannya, yang foto Mamanya karena memang suka motret makanan. Si sulung belum tertarik belajar memotret.

Praktikum anak gadis, resep browsing di internet


Kepribadian generasi Z

Keakraban Gen Z dengan teknologi membuat mereka mudah beradaptasi dengan perubahan di dunia digital. Gaya hidup yang banyak tergantung pada akses internet, belajar, bekerja dan aktivitas sehari-hari. Wawasan mereka lebih maju, lebih mampu menerima perbedaan. 

Selain itu kedekatan mereka dengan internet juga secara tidak langsung mempengaruhi kepribadiannya. Sering kita dengar anak jaman sekarang, kurang sopan-santun dan etikanya,  tak sabar dengan proses, tingkat kepedulian pada lingkungan sekitar yang rendah, sibuk dengan dunianya.

Menurut pakar perkembangan anak ini terjadi karena orangtua tidak mempersiapkan mental anak sebelum anak kenal teknologi internet. 

Kalau dalam agama yang saya anut, islam, ada istilah adab dulu baru ilmu, ibu/rumah adalah madrasah (tempat belajar) anak pertama. Artinya orang tua tidak bisa lepas tangan, menjadi pendamping anak mengenal internet dan membekalinya dengan ilmu kehidupan bermasyarakat (budi pekerti, norma dsb).

Tiga gaya hidup ini bisa membuat generasi Z, tidak hanya melek teknologi tapi punya kepedulian yang tinggi pada lingkungan sekitar;

1. Aktif di kegiatan sekolah seperti ekskul dan organisasi kesiswaan. 

2. Bergabung di komunitas hobi yang positif. 

3. Terlibat dalam isu/kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan, agar mereka aware terhadap isu lingkungan yang terjadi di bumi ini. 

Ketiga kegiatan diatas membuat generasi Z berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya, sekaligus melatih kemampuan emosi dan sosialnya. 

Tidak ada kata terlambat mengenalkan anak pada teknologi internet 

Bagi saya bukan hal mudah menunda  anak  kenal  internet karena interaksi saya dengan internet dan media sosial sudah menjadi kebutuhan (karena saya pedagang  online dan Blogger),  interaksi anak dengan teman-temannya yang sudah akrab dengan internet dan media sosial  juga tak bisa dihindari. Ketika saya membatasi akses internet, mereka  ikut menonton youtube atau media sosial saat temannya nonton. Terlebih saya bukan tipe Mamah yang suka mengurung anaknya di rumah. Saya percaya saat anak bermain/berinteraksi dengan orang lain, kecerdasan sosial dan emosionalnya  terasah.  Resikonya, anak cepat kenal hal negatif. Sisi positifnya, hal negatif tersebut jadi bahan diskusi saya dan anak-anak.

Jika dulu, saat saya masih kuliah (1998-2003) bisa mengakses internet dan memiliki gawai itu sebuah previlage mungkin saat ini sebaliknya,  orangtua yang bisa menunda mengenalkan anaknya dari internet dan media social di  usia dini sebuah previlage.

Banyak Ibu termasuk saya (sering) menyerah pada tingkah laku anak lalu memberi gadget dengan alasan biar  anteng. Agar anak  mau makan, si anak dikasih tontonan youtube. Ya daripada  stress toh tidak bisa  jadi ibu sempurna – mencari pembenaran. It’s oke ceunah kalau sesekali karena kalau berkali-kali bisa jadi kebiasaan.

Siapa yang nonton tingkah menggemaskannya Prince Louis dan Princess Charlotte (Putra dan putri Pangeran Inggris Raya) yang beberapa waktu lalu wara-wiri di timeline IG saat mereka menghadiri perayaan  Latinum Jubilee- Perayaan 70 tahun Ratu Elizabeth naik tahta. Tingkah mereka menghadapi kebosanan saat acara itu, Pincess Charlotte beberapa kali tertangkap kamera membuka buku. Pince Louis mulai tantrum tapi Kate, William bahkan Kakeknya Charles, kompak menghadapinya dengan tenang dan berusaha menenangkan tanpa iming-iming gadget. Sungguh saya iri!

Dari artikel atau berita kita juga tahu jika  Bill Gates    memberikan anaknya gadget saat usia remaja. Mark  Zuckkerberg  pendiri facebook dan pemilik media sosial  tidak membiarkan anaknya gadget-an di usia dini.

Mungkin sebagian kita berpikir, apa anaknya ga akan gaptek?

Menurut pakar perkembangan anak,  teknologi adalah hal yang mudah dipelajari sehingga tidak masalah mengenalkan anak pada teknologi internet di atas 3 atau 5 tahun. Jangan merasa ‘berdosa’ karena tidak mengenalkan tonton youtube pada anak usia dini. Anak-anak bisa memahami teknologi dalam hitungan hari tapi butuh waktu lama mengajarkan adab, sopan santun, sikap empati, rasa tanggung jawab, memahami value dalam keluarga, agama dan masyarakat, memahami konsekuensi suatu perbuatan,  toleransi pada perbedaan, punya pendirian  dst.

Terus kita kudu piye yang sudah terlanjur mengenalkan anak pada internet dan media sosial lebih dini?

Paparan internet dan media sosial pada generasi Z di Indonesia

Berdasarkan data BPS tahun 2018,  90% anak muda Indonesia menggunakan internet untuk media social, untuk mengerjakan tugas hanya 31,12%.  Pada masa pandemi, penggunaan internet untuk belajar/mengerjakan tugas mungkin bertambah namun tidak lantas menurunkan menggunaan media sosial, dari pengamatan anak sendiri dan tetangga, anak-anak jadi mengenal media sosial lebih cepat, terutama Tiktok dan Youtube. Anak-anak jadi memiliki handphone sendiri pada usia lebih cepat untuk mengakses internet.

Berdasarkan riset yang digagas perusahaan independent berbasis kecerdasan buatan (AI) Neurosensum Neurosensum yang bertajuk Neorosensum Indonesia consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids  . Rata-rata anak Indonesia mengenal media sosial sebelum usia 7 tahun.  92% nak yang berasal dari kalangan ekonomi bawah  54% diperkenalkan media sosial sebelum usia 6 tahun. Survey ini dilakukan di empat kota besar di Indonesia Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya.

Yap, bicara soal internet pada generasi Z atau generasi yang berada pada rentang usia 10-25 tahun, tidak bisa dipisahkan dari media sosial. Internet membuat anak dan remaja mudah mengakses informasi yang mendukung pendidikan dan ilmu pengetahuan di saat yang sama mereka mengenal lalu mengakses media sosial, sengaja atau tidak sengaja. Seperti pengalaman anak terkecil saya dua tahun lalu, yang tiba-tiba membicarakan Tiktok padahal di gawai kami (saya, suami dan si sulung) tidak ada yang memiliki aplikasi Tiktok, ternyata dia ikut nonton saat temannya (tetangga) nonton. Begitupun awal mulanya si Anak Gadis kenal instagram. Walaupun saya punya akun instagram sejak 2012 untuk mendukung aktivitas ngeblog, saya tidak pernah memperlihatkan atau membicarakan soal instagram pada anak-anak. Usianya 10 tahun , saat dia bertanya,”Apa sih Mah Instagram? Teman-teman aku ngobrolin itu di sekolah.” Saat bertanya itulah saya menunjukkan akun instagram saya dan ngobrol kalau ‘pekerjaan’ Mamahnya ini yang keliatan cuma di rumah aja masak, nyuci dan beres-beres juga bikin konten.

Beberapa waktu kemudian si sulung bilang,”Ma, teman-teman aku punya instagram, memang boleh anak-anak punya?”

Suatu hari si Bungsu pun pernah bertanya,”Mama punya facebook?” Bingung donk karena saya tidak pernah memperlihatkan/membicarakan facebook. “Mamanya ALS punya facebook tahu Ma?”

“Iya biarin aja,” kata saya sambil tertawa. Tapi rupanya dia penasaran, dengan wajah lugu bertanya lagi,”Memangnya Mamah ga punya?” 

Dampak internet terhadap generasi Z

Manfaat internet banyak sekali, tapi kita bisa menutup mata pada dampak negatifnya. Kenal internet otomatis kenal media sosial, dampak negatif ekstrim media sosial pada  remaja, kasusnya sudah sering jadi headline berita,  seperti membuat konten dengan menghalangi truk hingga memakan korban tapi nyatanya tidak membuat kapok. Konten merusak fasilitas umum, seperti remaja yang menendangi pagar kayu di pinggir sungai sebuah taman kota.

Merasa harus eksis sehingga sibuk ngonten, malas sekolah. Ingin viral hingga nekad membuat konten berbahaya atau merugikan orang lain atau dirinya.

Dampak negatif lain termasuk yang tak kasat mata seperti menimbulkan kecemasan  sering juga dibahas para pakar psikolog perkembangan dan bagaimana mengatasinya, tulisan para ahli ini  bisa dengan mudah kita cari di google.  

Kita mungkin tidak dapat menunda anak mengenal Internet dan media sosial tapi bisa menjadi pendamping, partner dan penasehat, agar mereka bisa dengan bijak memanfaatkan internet dan media sosial.

Kita mungkin tidak dapat membatasi akses mereka pada internet dan media sosial tapi kita dapat menetapkan waktu screen time dan membatasi quota agar mereka bisa menentukan prioritas, paham mana yang penting dan tidak untuk kehidupannya kelak.

Kita mungkin tidak dapat memegang kendali sepenuhnya,  apa yang tidak boleh dan boleh mereka akses di inernet tapi kita bisa menanamkan value, norma kesusilaan dan pemahaman agama yang baik  agar mereka memiliki batasan sesuai norma agama dan etika. 

 

Gaya hidup dengan internet membuat Generasi Z bisa berkarya dan lebih kreatif sejak dini

Internet membawa dampak yang luar biasa pada perubahan jaman, teknologi, gaya hidup, kebiasaan bahkan cara pandang. Anak-anak dan remaja diperkotaan tumbuh lebih cepat secara kognitif. Anak-anak sekarang sudah kenal dan paham coding, jaman saya kayaknya kudu kuliah komputer buat paham percodingan. Begitupun dengan beragam aplikasi seperti photoshop, dulu hanya anak desain yang mahir photoshop sekarang anak smp bahkan sd sudah mahir gambar dengan aplikasi ini.

Beberapa remaja membuat konten di media sosial untuk mencari penghasilan, ada yang memang kontennya positif ada yang sekedar hahahihi. Harapannya semoga remaja pembuat konten ini membuat konten positif agar vibes positifnya menular pada remaja lain.

Salah satu contoh kesuksesan berkarya saat usia dini dengan bantuan internet adalah Rich Brayn, berawal dari membuat konten musik rap di Youtube hingga akhirnya berkarir musik di Amerika secara profesional pada usia muda. 

Remaja saat ini banyak yang sudah mahir membuat game dan animasi sederhana. Tak sedikit dari  mereka bisa secara otodidak, tanpa les tapi belajar secara mandiri dari internet (youtube).

Ya pilihannya ada pada orangtua, bagaimana mengarahkan anak-anak dan remaja, agar memanfaatkan internet sebaik mungkin dengan positif.

Saya selalu menanamkan pesan pada kedua anak saya, internet itu pake kuota, kuota itu tidak gratis alias harus dibeli, kalau dibeli tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya rugi dan mubajir. Jangan buat nonton yang tidak ada manfaatnya, konten tidak jelas.  Budget Mamah untuk membeli kuota terbatas karena kebutuhan tidak hanya internet/kuota.

Suka diledekin Mamah pelit kuota tapi akhirnya mereka paham maksudnya. Dan agar penggunaan internet di rumah maksimal manfaatnya saya menerapkan ini pada anak-anak;

Pendidikan adalah prioritas

Salah satu yang saya tanamkan pada anak-anak adalah pentingnya pendidikan termasuk pendidikan agama dan sosial.  Sekolah dengan bertanggung jawab. Karena  pendidikan adalah modal masa depan. Apapun cita-cita mereka, ingin jadi apapun mereka kelak saat dewasa, sekolah /menuntut ilmu dulu. Karena ilmu yang membuat mereka bisa beradaptasi dengan perkembangan jaman.

Menetapkan waktu screen time

Jangankan anak-anak, saya pun kalau udah buka gawai, scrool mendsos, baca berita yang lagi hangat, lihat-lihat aplikasi resep masakan,  suka lupa waktu. Tapi karena saya sudah dewasa, sudah memiliki alarm yang namanya kewajiban. Yap ada kewajiban  yang harus ditunaikan selain terus-terusan mantengin gawai. Memasak, ngeblog, membuat konten, menemani anak belajar dsb. Saya tahu kapan waktunya mengakses internet, kapan harus berhenti.

Anak-anakpun punya kewajiban tapi karena rasa tanggung jawab mereka masih bertumbuh-belum sebesar orang dewasa, orang tua harus mengingatkan. Untuk itulah perlu menetapkan waktu screen time atau membatasi waktu anak mengakses internet. 

Pagi bangun tidur, sekolah tanpa gawai. Kecuali si Anak Gadis yang sudah bawa gawai ke sekolah. Walaupun pihak sekolah menetapkan aturan tidak membuka gawai saat pelajaran sekolah berlangsung, saya kerap mengingatkan kembali aturan itu.

Saat libur sekolah dibatasi juga. Saya lebih banyak mendorong si anak  bungsu main dengan teman-temannya. Keuntungan rumah di perkampungan pinggiran kota, anak-anak masih senang main sepeda, ke sawah, empang dan layangan. Si Anak Gadis sudah tidak main seperti adiknya lagi tapi waktu screen time tetap dibatasi dan dia sudah paham tanpa saya cereweti.

Merekomendasikan akun media sosial inspiratif 

Walaupun Si Anak Gadis tidak menunjukkan tanda-tanda betah di dapur (selalu manyun kalau diminta bantuin Mamah masak), saat dia punya akun IG  saya memintanya  mengikuti beberapa akun masak dan food photography yang kontennya tidak sekedar masak dan moto tapi ada sentuhan seninya. Bukan hanya akun masak saya pun merekomendasikan si anak gadis mengikuti  akun milik photographer kenamaan Indonesia, mengikuti akun pablik pigure seperti  gubenur Jabar Ridwan Kamil karena inspirasi jejak karya arsitekturnya, kepemimpian dan gaya humorisnya. Merekomendasika untuk mengikuti akun DIY, akun media massa, akun pecinta/aktivis  lingkungan.

Saya pikir ini salah satu cara mengajak anak ‘membaca’ lingkungan sekitarnya, membuka  wawasan dan terinspirasi untuk berkarya. Dulu media saya ‘belajar’  majalah atau acara tv, sekarang majalah jadi barang langka, acara tv banyak gimmick atau gossip artis.

Membatasi kuota

Saya bilang ke anak-anak bahwa kemampuan kami untuk internet sekian ratus ribu, jadi mengusahan kuota senilai itu cukup selama satu bulan. Keterbukaan ini membuat anak-anak aware terhadap akses internet alias tidak boros untuk menonton tontonan konten yang tidak penting. 

Mendorong anak untuk aktif dan kreatif

Totte bag desain si sulung
Salah satu dampak internet terhadap generasi Z adalah sikap lebih senang/anteng dengan gadget, kurang bisa bersosialisasi yang lebih parah, tidak peduli pada sekitar. Saya mendorong anak-anak untuk aktif di kegiatan sekolah dan lingkungan rumah, saya percaya saat mereka berinteraksi dengan orang lain, kemampuan emosi dan sosialnya terasah. 

Si sulung saya sarankan membuat IG untuk menyimpan gambar-gambarnya, sampai saat ini konsisten isinya gambar hasil karyanya, tanpa foto diri. Mulai merambah membuat blog isinya gambar karyanya sekaligus tempat jualannya, yap dia mulai menerima pesanan. Selama ini hanya teman sekolahnya yang suka pesan gambar untuk ucapan selamat ulang tahun.

Dia juga ada inisiatif mendesain barang dengan gambarnya seperti tote bag ini. Tentu saja Mamah yang diminta pertama kali order hahaha.

Sebagai orang tua saya masih tertatih-tatih membersamai anak dijaman teknologi ini, belajar dari pengalaman dan mengamati. Pada dasarnya, kita dibekali insting melakukan hal baik, orang tua


Empat Kiat Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi

Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi

Tumbuh kembang anak

Melewati dua tahun pandemi dengan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah saja menumbuhkan kebiasaan baru, bukan hanya bagi orang dewasa juga anak-anak. Kini, memasuki masa transisi menuju kehidupan normal (Aamiin), kembali pada rutinitas di luar rumah seperti sekolah, bekerja dan bersosialisasi. Bagi orang dewasa atau remaja, mungkin perubahan ini tidak terlalu membuat ‘kaget’ secara sosial dan emosional, tapi bagaimana dengan anak usia dini yang dua tahun sosialisasinya terbatas di rumah dan hanya keluarga lalu bersekolah, berinteraksi dengan lingkungan baru? Mereka kehilangan tingkat interaksi yang merupakan tonggak penting bagi perkembangan sosial emosionalnya.  Pertanyaan yang mungkin ada juga di benak para mama yang memiliki anak usia dini atau baru masuk Sekolah Dasar. Melalui masa taman kanak-kanak tanpa bertemu langsung (sangat jarang) temannya lalu langsung masuk SD bertemu teman dan lingkungan  baru.


Webinar Hari Keluarga Nasional


Dalam merayakan kehangatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni lalu, Danone Indonesia menyelenggarakan kegiatan webinar dengan tema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, dokter spesialis tumbuh kembang anak Dr.dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH dan ibu inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.

Narasumber 


Peran keluarga untuk tumbuh kembang anak optimal  di masa transisi



Dalam kata sambutannya Arif Mujahidin sebagai Corporate Communication Director Danone Indonesia mengatakan; Masa transisi jadi kesempatan baik bagi orangtua mengoptimalkan tumbuh kembang anak terutama sosial emosionalnya. Dukungan orangtua melalui pola asuh yang tepat menjadi sangat penting karena anak tergantung pada orangtua untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti memberikan rasa aman, akses pengajaran, dan kebutuhan nutrisi. Anak membutuhkan orangtua untuk  memantau dan mengoptimalkan tumbuh kembangnya  sehingga  tumbuh menjadi anak hebat.

Sebagai perusahaan ramah keluarga  Danone Indonesia menginisiasi forum-forum edukasi, berkolaborasi dengan komunitas, orang tua dan pihak terkait mengenai kesehatan, nutrisi, pengasuhan dan keluarga. Selain itu Danone Indonesia sudah memberikan cuti melahirkan pada karyawan perempuan dan cuti 10 hari bagi para Ayah sejak 5 tahun lalu.



Harapannya dengan diadakannya webinar ini, kesadaran masyarakat meningkat akan pentingnya kolaborasi orangtua untuk memberikan stimulus yang tepat agar perkembangan aspek sosial emosional anak optimal. Peran keluarga sangat penting dalam mendukung anak ke kehidupan sosial dan pengasuhan kolaboratif untuk mengembangkan kapasitas anak agar menjadi anak dengan  pribadi hebat.

Harta yang paling berharga adalah keluarga dan keluarga adalah bagian penting dari sebuah negara dan bangsa, lanjut Arif Mujahidin.

Hari Keluarga Nasional 2022

Hari Keluarga Nasional tahun ini pemerintah mengangkat tema “Ayo Cegah Stunting Agar Keluarga Bebas Stunting.” Stunting menjadi tema utama karena kurang lebih 40% anak Indonesia mengalami stunting. Stunting bukan hanya menghambat pertumbuhan anak secara fisik (anak pendek) juga kecerdasannya, termasuk kecerdasan sosial dan emosionalnya. Peran keluarga sangat besar untuk mencegah anak stunting.

Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)  menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan. Peran Tim Pendamping Keluarga menjadi krusial untuk mendampingi keluarga beresiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di Bina Keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan.

Menurut dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Gaya pengasuhan mempengaruhi perkembangan kognitif, emosional dan sosial anak. Pengasuhan bersama menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga. “Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi millestone aspek perkembangan merupakan hal penting.”





Empat  Kiat Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosional  Anak di Masa Transisi

Perkembangan sosial dan emosional anak diantaranya meliputi kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana anak memahami perasaan dirinya dan orang lain.

“Sebab itu aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya dimulai dari remaja hingga lanjut usia. Oleh karena itu  penting bagi orangtua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi, tutur Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH dokter spesialis tumbuh kembang anak. Gangguan  perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi dan potensi penyakit tidak menular.”



Ada 3 faktor yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik, nutrisi  dan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari faktor protektif (yang meliputi pemberian imunisasi dan perawatan kesehatan) stimulasi dan pola asuh. Faktor genetik adalah faktor yang tidak bisa diintervensi karena sifatnya bawaan. Jika dikerucutkan ada empat  faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yang bisa dioptimalkan yaitu;

Nutrisi

Nutrisi menjadi faktor penting karena perkembangan sel dan otak anak terbentuk sejak terjadi pembuahan dan terus berlanjut secara maksimal hingga 1000 hari pertama. Persiapan nutrisi harus dilakukan ibu sejak merencanakan kehamilan.

Perkembangan otak anak


Bahkan menurut dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, persiapan harus dimulai sejak remaja, sesuai prinsip siklus keluarga. Remaja sehat tanpa seks bebas (free seks), tidak menikah dini dan bebas napza, akan menumbuhkan remaja yang sadar akan pentingnya perencanaan masa depan. Seperti persiapan dan perencanaan menikah, memiliki anak dsb. Remaja tanpa seks bebas dan napza tentunya akan sehat secara fisik dan mental.

Setelah bayi lahir, pemberian nutrisi yang tepat dan gizi seimbang terus dilakukan, agar tumbuh kembang anak optimal dan menjadi anak hebat.  

Protektif

Faktor protektif meliputi perlindungan anak terhadap penyakit seperti dengan pemberian imunisasi, menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh.

Menjaga sistem pencernaan agar tetap sehat karena kecerdasan otak berhubungan erat dengan sistem percernaan yang sehat.  Cara menjaga sistem pencernaan sehat adalah dengan mengkonsumsi makan makanan bernutrisi dan gizi seimbang

Stimulasi

Stimulasi atau kegiatan yang dilakukan untuk merangsang kemampuan dasar agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Namun stimulasi yang diberikan harus disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Dokter Bernie, ada 8 prinsip stimulasi yang bisa jadi pegangan orangtua yaitu;

Namun stimulasi yang diberikan harus disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Dokter Bernie, ada 8 prinsip stimulasi yang bisa jadi pegangan orangtua yaitu;

  • Stimulasi dilakukan sesuai usia dan tahapan perkembangan anak
  • Stimulasi dilakukan berulang kali
  • Tahapan perkembangan anak bersifat individual, artinya setiap anak berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan anak lainnya.
  • Stimulasi untuk semua aspek perkembangan anak
  • Stimulasi dilakukan dengan rasa cinta, kasih sayang dan menyenangkan
  • Stimulasi dilakukan sambil bermain, jangan memaksa
  • Stimulasi dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu/peraga sederhana yang aman
  • Memberi anak reward

Pola asuh 

Umumnya kita mengenal dua jenis pola asuh yaitu otoriter dan permissive.

Pola asuh otoriter, dimana orangtua berkuasa atas anak-anak, lebih sering melakukan perintah dalam pengasuhan tanpa diskusi-mendengarkan anak). Anak dituntut menurut apapun yang dikatakan orangtua.

Pola asuh Permissive, orangtua yang terlalu melindungi anak-anaknya sehingga longgar aturan dan serba boleh. Terlalu banyak mentoleransi kesalahan anak dengan dalih, masih anak-anak.

Pola asuh yang baik yang bisa menggabungkan keduanya, ada saatnya orangtua harus tegas dan memiliki kontrol atas anak-anak, ada saatnya mendengarkan, menghargai ide/pendapat anak.

Cara mengajarkan sosial emosional pada anak

  • Anak-anak suka meniru orang dewasa, libatkan mereka sejak dini dalam melakukan tugas-tugas sederhana
  • Melibatkan anak  dalam mengambil keputusan/pendapat keluarga
  • Mengajarkan anak empati terhadap teman-teman mereka
  • Memperluas cakrawala anak dan memelihara kepekaan mereka. Membiarkan mereka menemukan dan mengenal bagaimana kehidupan orang dewasa dan anak-anak dalam sesuatu yang baik dengan orang lain.
  • Mengajak anak melakukan hal baik dengan orang lain
  • Mengajari anak mengelola emosi/perasaan
  • Membicarakan dan menjelaskan pada anak berbagai macam emosi/perasaan


Joyful Parenting ala Mama Cici Destri



Cici Destri, Mama dua anak yang juga founder komunitas  membagikan pengalamannya bagaimana ia dan suami mendorong anak agar dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara verbal. Peran guru di sekolah cukup berperan untuk memantau perkembangan anak dengan cara bagaimana anak mengikuti kegiatan dan tugas di sekolah.

“Kami memahami bahwa fase membangun hubungan  baru merupakan sebuah keterampilan. Si kecil dapat menguasainya dengan dukungan yang tepat, terutama dari keluarga. Melalui interaksi sosial secara tatap muka langsung. Si Kecil mampu menumbuhkan rasa kepercayaan baru dan merasakan kenyamanan berada di lingkungan barunya. Dengan begitu, saya yakin si kecil bisa tumbuh menjadi anak hebat yang pintar, berani dan memiliki empati tinggi,” tutur Cici Desri.

Sesi tanya jawab 


Beberapa pertanyaan yang diajukan peserta webinar yang terdiri dari blogger dan media mungkin mewakili pertanyaan para Mama lain. 

1. Kiat apa untuk menumbuhkan rasa percaya diri  anak yang sebelum pandemi sudah aktif lalu mengalami masa pandemi dan menghadapi lingkungan baru? Bagaimana dengan anak yang lahir di masa pandemi? 

Menurut dokter Bernie, anak yang dulu aktif bersosialisasi lalu mengalami masa pandemi yang mengharuskan di rumah saja saat kembali ke masa transisi ini tidak akan mengalami kesulitan dengan sosialisasi hanya orang tua perlu mengarahkan dengan menasehati apa yang harus dilakukan. 

Untuk anak yang lahir di masa pandemi yang artinya saat ini usianya kisaran 1 sampai 3 tahun, sebenarnya sosialisasi sudah cukup dengan interaksi dalam keluarga karena secara tumbuh kembang anak, saat usia itu interaksi sosial yang dibutuhkan cukup dari keluarga, dengan ayah ibu saudara kandung atau kalau ada kakek nenek. 

2. Ketika pandemi, kesibukan orangtua bertambah karena menemani anak sekolah online, selain harus bekerja dan mengerjakan pekerjaan rumah. Kadang orangtua mengalami burn out, imbasnya orang tua mudah marah hingga mengeluarkan kata-kata kasar pada anak, apa efeknya pada anak? 

Yang harus diingat, orang tua harus menjadi role model untuk anak-anak dan secara tidak langsung anak akan meniru orang tua. Jadi sebisa mungkin orangtua menghindari berkata kasar pada anak. Dan harus diingat stimulasi pada anak harus dilakukan dengan cara menyenangkan dan terus menerus.