Cerita di balik sebuah foto
Tertarik dengan dunia photography jauh sebelum ada instagram. Sekedar memotret, mengabadikan moment tanpa tahu apa dan bagaimana komposisi yang baik. Standar bagus menurut sendiri. Bagi saya memotret bukan sekedar mengabadikan moment tapi menyimpan cerita yang tersirat di dalamnya, seperti foto yang saya ambil di Bali ini, saat acara kantor di sana. Foto ini diikutsertakan dalam lomba foto yang diadakan kantor, Alhamdulillah menang. Saya suka banget foto ini karena fotonya ‘berbicara’. Empat tour guide yang menemani kami selama 3 hari jalan-jalan di Bali tengah beristirahat sambil bersolek.
Tour guide |
Atau foto ini,
Anak sungai Citarik |
Kehadiran Pinterest dan Instagram membuat
ketertarikan saya pada photography bertambah. Kalau sebelumya saya selalu
mencari objek foto humanis dan nature, setelah
kenalan dengan komunitas Upload Kompakan di Instagram saya jadi tertarik
dengan food photography dan merasa cocok untuk saya yang lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah, jadi bisa latihan memotret kapanpun.
Ada ungkapan yang mengatakan, untuk seorang
istri, hobi yang baik itu hobi yang didukung suami. Diberi waktu melakukan hobi,
didorong untuk ugrade pengetahuan terkait hobi kita dan dimodalin alatnya hehehe.
Alhamdulillah suami mendukung hobi saya, kalau ada tugas ke luar kota, tanpa diminta oleh-olehnya printilan cakep buat motret makanan. Awalnya kaget waktu pak suami tugas dari Bali bawa nampan kayu, piring kayu, katanya buat moto-moto. Dukungan lain dibelikan kamera Sony tahun 2014. Kamera yang masih saya gunakan hingga sekarang namun karena usia dan beberapa kali jatuh, perfomnya sudah menurun, kualitas foto kurang baik dan ada blind spot di salah satu area kamera.
Apa yang ada dibenak teman-teman saat melihat
foto sepiring rendang? Lapar, enak, makanan khas Indonesia dan tanah
minang dengan kulinernya yang kaya aroma dan rasa rempah.
Rendang |
Saat memotret street food, bukan hanya
makanannya yang ingin disampaikan tapi sisi humanis pedagangnya dan cerita
dibalik makanannya.
Soto mie Bogor |
Sebuah foto makanan bisa mempresentasikan banyak hal di dalamnya, ada akulturasi budaya, sejarah, ekonomi bahkan politik.
Pecah telor di Microstock
Ini adalah foto yang sudah tiga kali di download di microstock.
Sambal |
Sejujurnya saya kaget foto ini laku, dari puluhan photo saya post di microstock, ini bukan foto yang saya unggulkan. Sejujurnya malah saya kurang sreg dengan foto ini, komposisi warnanya kurang enak dilihat menurut saya. Tapi kadang sebuah narasi tidak membutuhkan foto dengan komposisi warna atau stylish yang sempurna tapi hanya foto sebagai pemanis yang mengantar narasi menjadi hidup dan tersampaikan pada pembaca. Atau itu hanya soal selera? Oh ya foto sambal itu di foto di teras rumah, hanya mengandalkan cahaya ilahi alias cahaya matahari.
Foto lain yang terjual adalah ini:
Baso |
Sambal dan bakso, makanan yang khas Indonesia banget tapi ternyata yang mendownloadnya dari luar negeri.
Men behind the Gear
Tiga tahun lalu saya terobsesi memiliki kamera Canon,
seiring waktu obsesi itu menguap, karena desakan kebutuhan yang lebih penting
heheh. Iya seiring usia anak kebutuhannya juga bertambah. Saya bukan tipe mama
yang terobsesi mengeleskan anak-anak macam-macam keterampilan, godaan itu sih ada
(ya orang tua mana yang tidak mau anaknya serba bisa ya) tapi makin ke sini makin paham, dan bisa memilih mana yang jadi obsesi
Mamanya mana yang murni keinginan anak. Yowes, dukungan minat anak aja dan
ternyata membutuhkan biaya yang lumayan.
Jadi keinginan-keinginan pribadi yang sifatnya
tidak urgent, saya letakkan diurutan terbawah. Berusaha memaksimalkan yang ada. Apalagi setelah ikut
salah satu kelas food photography dan suhunya bilang, foto yang baik dan bagus
tidak hanya ditentukan gearnya tapi men behind the gear.
Studio odong-odong |
Yap, kebayang sih kalau misal saya motret makanan
dengan kamera seharga 30 juta, objek yang sama dipotret suhu food photography mba
Silva misalnya, dengan kamera smartphone,
hasilnya pasti lebih bagus hasil motret mba Silva, karena dia sudah tahu bagaimana mengkomposisikan cahaya agar hasil
motret bagus, terlihat ‘hidup’ dan bercerita.
Jadi mending maksimalkan pendukung yang ada sambil belajar agar naik
kelas.
Motret dengan kamera smartphone bisa keren
Akhir-akhir ini saya lebih banyak menggunakan kamera
smartphone untuk memotret daripada kamera pro karena kamera pro saya kualitasnya sudah
kurang baik karena faktor usia (usia kamera saya sudah 7 tahun) dan ada blind
spotnya. Ternyata memotret dengan kamera smartphone bisa keren selain itu terasa
praktis dan ringkas, terlebih jika
digunakan di luar ruangan (outdoor), banyak moment yang bisa ditangkap secara
spontan.
Beberapa kelebihan memotret dengan kamera
smartphone yang saya rasakan;
Praktis dan ringkas, karena ukurannya kecil dan bisa memotret dengan menu otomatis yang menyesuaikan dengan banyak sedikitnya cahaya.
Mobile. Karena smartphone adalah barang yang selalu dibawa kemana-mana, memungkinkan kamera smartphone bisa digunakan kapan saja, menangkap moment secara spontan.
Bisa langsung di share ke media sosial. Untuk para blogger dan beginner food photographer media sosial adalah tempat mempromosikan karya, memotret dengan handphone bisa langsung di share ke media sosial.
Kualitas foto dengan kamera smartphone bagus.
Hasil motret dengan kamera smartphone bisa untuk microstock?
Hasil memotret dengan handphone bisa lolos di microstok? Bisa banget. Beberapa foto makanan saya yang mejeng di microstok hasil memotret dengan kamera handphone.
Mengungah foto ke microstock akan melalui tahap review.
Review microstock |