Mendengar lagu Indonesia Raya selalu bikin mata berkaca-kaca apalagi saat 17 Agustus, teringat buku-buku sejarah yang menceritakan perjuangan bangsa ini. Teringat Kakek (almarhum) dan nenek yang kerap kali menceritakan perjuangan melawan penjajah. Kakek saya seorang pejuang 45, tentara siliwangi yang ikut long march (jalan kaki) ke Yogya, setiap beliau cerita tentang jalan kaki ke Yogya selalu membuat saya merinding, ga sanggup membayangkan. Tak jarang kakek bercerita sambil berkaca-kaca mengenang masa itu, bersyukur masih diberi umur melihat anak cucunya karena banyak teman seperjuangannya meninggal saat perang pasca kemerdekaan.
Nenek mengulang-ngulang cerita jaman mengungsi saat Bandung lautan api, jalan kaki ke Bandung Selatan.
Dibalik cerita haru, ada kenangan kemeriahan 17 Agustus. Lomba makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, memasukkan pensil ke botol dan aneka lomba lainnya menjadi salah satu kemeriahan khas 17 Agustus. Biasanya kemeriahan itu ditutup dengan panggung hiburan. Tapi di kota besar sepertinya sudah jarang ya ada panggung hiburan 17 Agustus yang acaranya hiburan nari anak-anak, stand up komedia ala-ala, bank anak muda dan atau dangdutan. Di kampung tempat saya tinggal masih ada tradisi panggung hiburan biasanya diadakan 1 atau 2 minggu setelah 17 Agustus.
Dulu saat masih kecil di Bandung (saya lahir dan besar di Bandung) ada juga tradisi panggung hiburan sebagai penutup rangkaian lomba agustusan. Oh ya dulu kemeriahan 17 Agustus ada tontonan layat tancap juga. Anak generasi 80 an umumnya mengalami tontonan layar tancap. Saat itu hanya ada satu saluran tv, tvri, yang kebanyakan acaranya formal dan serius heuheu. Jadi kalau mau nonton film seru ya nunggu layar tancap, tapi ini tidak berlaku untuk kelangan menengah atas kali ya karena jaman itu udah ada juga bioskop.
Diantara rangkaian acara kemeriahan 17 Agustus yang paling berkesan bagi saya adalah nonton film layar tancap karena tidak akan terulang lagi. Berbeda dengan aneka lomba yang diulang setiap tahun. Yap dengan banyaknya pilihan tv dan internet layar tancap sudah tidak punya tempat, ketinggalan jaman kalau pun diadakan belum tentu ada yang nonton kan hahahha.
Saya selalu menunggu-nunggu nonton layar tancap, walaupun film yang diputar itu-itu saja yaitu film Rhoma Irama, Suzana dan warkop DKI. Acara layar tancap diadakan di lapangan rw, saya nonton bersama bapak, nenek dan adik-adik. Ibu saya ga pernah ikut nonton, entah kenapa. Kami membawa tikar, sarung, bantal dan camilan. Layar tancap biasanya memutar 2 sampai 3 film, setelah film kedua biasanya kami pulang, sekitar jam 12 an malam. Layar tancap biasanya diputar mulai pukul 8 malam.
Biasanya adik saya sudah tertidur saat nonton jadi bapak akan menggendongnya saat pulang, saya dan nenek kebagian membawa tikar, sarung dan bantal. Kalau ingat itu saya suka haru, karena saat itu bisa dibilang bonding dan quality time saya dan adik-adik dengan bapak. Bapak saya jarang bicara/ngobrol, tipe introvert.
Oh ya di tempat pemutaran layar tancap rame dengan pedagang makanan, gorengan, kacang rebus, ubi dam jagung rebus, dan bajigur. Belum ada seblak hahahah. Cireng dan cilok sih udah ada karena saya ingat di sekolah SD saya ada kang cilok dan cireng.
Kalau dipikir-pikir sekarang, film yang saya tonton waktu itu (dan ditonton banyak anak lain) adalah bukan film anak-anak, masuk katagori film 13+ atau mungkin 17+, tapi rasanya biasa aja, orang tua juga ga terlalu khawatir, mungkin karena arus informasi saat itu tidak sebanyak sekarang, kekhawatiran orang tua tentang efek film itu untuk anak-anak sedikit. Artinya anak-anak akan segera lupa, karena besoknya kembali ke dunia nyata sebagai anak-anak yang main bebas sesuai dunia anak-anak. Beda dengan jaman sekarang tontonan/adegan dewasa bisa dikonsumsi anak kapan aja melalui media sosial. Informasi yang berulang masuk ke benak anak jadi mempengaruhi pola pikir dan perilakunya.
Saat kecil kalau abis nonton film (layar tancap) warkop DKI yang diingat adegan lucunya, bukan yg lainnya. Film Rhoma Irama yang diingat lagu dan romance yang terbilang aman untuk anak, film Suzana yang diikat adegan jump scarenya.
17 Agustusan ala emak emak
Setelah punya anak sekolah, saya ikut merayakan 17 agustusan di sekolah karena biasanya selain lomba untuk anak-anak, orang tua dilibatkan dengan lomba membuat tumpeng antar walmur setiap kelas.
Saya selalu menanamkan pada anak-anak, perayaan 17 Agustusan dengan aneka lomba semata hiburan tapi intinya sebagai pengingat bahwa di hari itu kita merdeka dari penjajah, merdeka karena perjuangan nenek moyang kita, bukan hadiah dari penjajah.
Kalau teman-teman apa nih pengalaman 17 Agustusan yang berkesan?