GenRengers EduCamp, Mengedukasi Remaja untuk Mencegah Pernikahan Dini
Beberapa waktu lalu diberitakan di sejumlah
media jika permintaan dispensasi menikah mengalami kenaikan di sejumlah daerah.
Permohonan dispensasi diajukan oleh orang tua yang ingin menikahkan anaknya
tapi berusia masih muda, di bawah usia minimal yang diperbolehkan menikah
sesuai UU Perkawinan yaitu 19 tahun.
Fenomena pernikahan dini ini seperti gunung es,
nampak sedikit dipermukaan, kenyataannya sangat banyak dan tidak menunjukkan
angka penurunan yang signifikan setiap tahunnya malah di beberapa daerah
mengalami kenaikan. Di negara Asia Tenggara lain, Indonesia merupakan negara
dengan kasus pernikahan dini terbanyak kedua (setelah Kamboja) dan menempati
peringkat ke 8 di dunia.
Dampak buruk pernikahan dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang
dilakukan di bawah usia 19 tahun. Ini mengacu pada UU Perkawinan yang
mengijinkan menikah jika usia sudah di atas 19 tahun. Di berdasar pada studi
kesehatan jika pernikahan dilakukan di bawah usia 19 tahun, ada banyak resiko yang akan ditanggung Ibu
saat hamil. Resiko kesehatan untuk ibu dan bayi serta resiko pengasuhan. Usia
19 tahun dinilai emosi ibu belum stabil. Untuk teman-teman yang sudah menikah
dan memiliki anak mungkin kenal istilah syndrome baby blues.
yang lumrah dialami banyak ibu setelah
melahirkan. Sydromeedukasi yang bisa sembuh dengan sendiri namun tidak jarang syndrome
ini mengarah pada kesehatan mental yang berbahaya.
Resiko , menjadi stunting. Ini tentunya menjadi
ancaman serius karena stunting berpengaruh pada kualitas generasi suatu bangsa
berikutnya. Stunting atau kekurang gizi yang menyebabkan anak tumbuh kurang
cerdas dan tidak tangguh secara fisik.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pernikahan
dini terjadi, yaitu faktor ekonomi, sosial budaya dan pergaulan bebas.
Faktor ekonomi, menikahkan anak melepas
tanggung jawab dan melepas beban saalah satu anggota keluarga.
Pada beberapa daerah beranggapan anak selesai sekolah, memang
waktunya menikah jika khawatir tidak dapat jodoh, menikah diatas 25 dinilai
perawan tua.
Pernikahan karena kehamilan. Kasus ini tak
kalah banyaknya dan menjadi peer untuk kita sebagai orang tua.
Pernikahan dini memiliki banyak faktor resiko,
resiko kesehatan ibu saat melahirkan dan ketidaksiapan menjadi ibu secara pengetahuan
tentang pengasuhan (termasuk soal gizi), ketidaksiapan fisik dan mental akan menyebabkan anak stunting. Selain itu ada
juga resiko ekonomi, dengan menikah dini, apakah sudah mandiri secara ekonomi? Terlebih
jika dilakukan di usia sekolah, pasangan menikah dini belum bekerja yang
akhirnya melahirkan kemiskinan baru.
GenRengers Educamp
Kasus pernikahan dini banyak terjadi di daerah,
salah satunya di Kubu Raya Kalimantan Barat, hal ini menggerakkan Nordianto
untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat menekan tingginya angka pernikahan
dini.
GenRengers EduCamp |
Keinginannya untuk berkotribusi pada pencegahan
nikah dini, berawal dari keikutsertaan Nordianto menjadi peserta PIK Remaja
BKKN yaitu pelatihan tentang kesehatan reproduksi remaja, bahaya seks bebas
serta NAPZA. Mengenai pernikahan dini, mengingatkan Anto (panggilan akrab
Nordianto) pada ibunya yang menikah muda. Ibunya pernah berkata, andai saja
beliau tidak menikah muda mungkin kehidupannya lebih baik. Anto juga melihat
efek pernikahan dini pada Ibu yang menyebabkan ibunya sering sakit-sakitan
karena hamil pada usia terlalu muda dan sempat mengalami keguguran beberapa
kali.
Tahun 2016 Nordianto menggagas kegiatan yang
diberinama GenRengers Educamp. Berbentuk aktivitas camp yang rutin digelar sebagai bentuk pendidikan alternative.
GenRengers Educamp dibentuk untuk melahirkan relawan yang peduli dan paham
isu-isu kesehatan khususnya pernikahan dini dan pola pergaulan remaja. Di
GenRengers Educamp juga diajarkan pentingnya kemandirian ekonomi dalam
membangun rumah tangga untuk memutus rantai kemiskinan.
Kegiatan GenRengers Educamp sudah melibarkan 14
kabupaten kota sepanjang tahun 2016. Tahun berikutnya 10 kota dan lima provinsi
selain Kalimantan Barat untuk mengadakan kegiatan sejenis dengan mereplikasi
dan memodifikasi GenRengers Educamp. Hingga ini telah ada 20 relawan inti yang
tergabung dalam tim inti GenRengers Educamp.
Dengan tim inti ini dalam dua minggu sekali
Nordianto merancang dan mengadakan kegiatan Educamp di pelosok daerah Kalimantan
Barat yang rentan pernikahan dini dan pergaulan bebas. Harapannya dari setiap
acara Educamp yang diadakan akan lahir relawan baru yang kemudian berperan,
menyebarkan informasi mengenai dampak negatif pernikahan dini serta pentingnya
pendidikan agar masa muda bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan diri, meraih
mimpi dan berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat.
Keseriusan kampanye Anto dalam mengkampanyekan
dampak negative nikah muda mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Awards
yang diselenggarkan PT. Astra International pada tahun 2018. Sebelumnya, Anto menjadi delegasi
Asia-Pasifik untuk kegiatan Indigenous People Youth Conference di Rio De
Janeiro Brasil.
sosok Nordianto Hartoyo |
Referensi
kemenpora.go.id
goodnewsfromindonesia.id
bkkbn.go.id
satuindonesiawards.astra.co.id
Tidak ada komentar