Akhirnya nonton film Bumi Manusia yeayyy
walaupun telat 10 hari dari tayang perdananya Pengennya nonton berdua sama pak suami tapi anak –
anak ga ada yang jagain akhirnya, sorangan. Pak suami jaga anak – anak di rumah
sambil ngeband (hobinya).
Film yang sudah saya ditunggu –tunggu belasan tahun lalu. Yap sejak baca buku ini jaman kuliah saya dan teman – teman di klub baca buku Pram suka ngobrol bagaimana ya kalau buku ini di film kan? Pasti luar biasa kalau yang bikinnya jenius. Isu buku ini mau di filmkan santer saat film cau Baukan (diangkat dari novel Remy Silado), menuai respon positif di masyarakat. Tapi kemudian isu ini menguap dengan kabar Pram tidak memberi ijin Bumi Manusia difilmkan. Alhamdulillah tahun lalu adakabar Hanung Bramantyo bakal membuat film ini.
Film yang sudah saya ditunggu –tunggu belasan tahun lalu. Yap sejak baca buku ini jaman kuliah saya dan teman – teman di klub baca buku Pram suka ngobrol bagaimana ya kalau buku ini di film kan? Pasti luar biasa kalau yang bikinnya jenius. Isu buku ini mau di filmkan santer saat film cau Baukan (diangkat dari novel Remy Silado), menuai respon positif di masyarakat. Tapi kemudian isu ini menguap dengan kabar Pram tidak memberi ijin Bumi Manusia difilmkan. Alhamdulillah tahun lalu adakabar Hanung Bramantyo bakal membuat film ini.
Oh ya seperti buku Pram lain, buku ini tidak
sekedar fiksi, tapi semi fiksi atau disebut fiksi sejarah. Dan sosok Minke
adalah Raden Mas Tirto Adhi Soerjo , pionir jurnalis Indonesia.
Langsung ga sabar nunggu donk, siapa coba yang
meragukan kemampuan Hanung bikin film. Visualisasinya selalu total seperti saat
saya nonton Kartini atau Sang Pencerah. Trus siapa yang jadi Minke? Iqbaal yang
main film Dillan. Agak gimana gitu karena khayalan saya tentang sosok Minke ya
seperti deskripsi Pram, wajahnya ya Jowo hahahaha. Tapi seperti Hanung bilang
bahwa film ini juga menyasar kaum milennial, yang tidak tahu buku – buku Pram
atau mungkin ga kenal juga siapa Pram, jadi artisnya harus disesuaikan. Dan
Iqbaal bisa dibilang mewakili aktor dari kaum milennial setelah sukses dengan
film Dillan.
Setting 1890 – an dan dialog 4 bahasa
Menurut saya sutradara (Hanung Bramatio)
berhasil memvisualisasikan film berlatar tahun 1890 ini. Kereta lokomotif, kereta kuda, furniture – furniture dan pecah
belah jadul yang jadi property film ini cukup menarik penonton ke Indonesia
jaman dulu, begitupun banyaknya pemain bule (Belanda).
Tapi soal setting ini juga pro kontra banyak penonton yang
kecewa dengan warna – warni bangunan yang katanya belum ada pada masa itu, pada
pakaian yang kurang lusuh dsb. Kalau
saya termasuk yang pro, warna warni dan pakaian yang tidak lusuh malah memberi
kesan cerah pada film dan karena didukung properti dan desain jadul aura
jadulnya tetap kerasa.
Oh ya untuk membuat setting film ini Hanung membuat studio khusus di Gamblong Studio Yogyakarta.
Oh ya untuk membuat setting film ini Hanung membuat studio khusus di Gamblong Studio Yogyakarta.
Oh ya dialog dalam film campur antara bahasa
Belanda, Jawa, Melayu dan Perancis. Tapi tenang ada substitlenya kok hehehe. Ini sesuai pada jaman itu, orang Indonesia
yang bersekolah di HBS memang fasih –
fasih berbahasa Belanda dan mereka dibiasakan berbicara dalam bahasa Belanda
saat berinteraksi dengan Belanda atau indo, bahasa Jawa dan melayu dengan sesama
pribumi.
Ine Febriyanti keren abis memerankan Nyi
Ontosoroh, diantara semua pemain menurut saya Ine Febriyanti paling jempolan aktingnya. Bahasa tubuh,
ekspresi wajah bahkan caranya menatap dan melangkah, menurut saya Ine berhasil
mempresentasikan Nyi Ontosoroh yang saya kenal dari bukunya. Berani, berwibawa, tegas, cerdas dan
mandiri. Saya juga suka akting Ibundanya
Minke (Ayu Laksmi), Robert Mallema (Giorgino Abraham) dan Suurhorf (Jerome Kurniawan).
Merangkum buku dalam
sebuah film dengan durasi 3 jam
Film ini berdurasi 3 jam tapi ga kerasa mungkin
karena saya begitu menikmatinya. Seperti pernah di bilang Hanung dalam sebuah
wawancara ia berusaha menerjemahkan buku Bumi Manusia (yang tebalnya kurang
lebih 400 an halaman) menjadi sebuah film tanpa menghilangkan bagian - bagian pentingnya. Kalau yang sudah baca
bukunya pasti ‘ngeh’ maksudnya, buku setebal 400 an halaman ini setiap
bagiannya penting, ga bisa baca buku Pram di skip - skip karena benang merahnya terus terjalin.
Setiap tuturannya bermakna.
Dibuka dengan adegan saat Minke dibangunkan teman
sekolah HBS – nya, Suurhoft, untuk diajak berkenalan dengan gadis indo belanda bernama
Annelis. Pada adegan awal ini juga penonton diperkenalkan pada perbedaan kasta yang
terjadi pada jaman itu antara pribumi, Indo dan Belanda. Tidak semua toko,
restoran bisa dimasuki pribumi. Dan sebutan monyet untuk pribumi. Nama Minke pun
nama panggilan yang merupakan plesetan dari Monkey.
Minke tak menyangka kedatangannya disambut
kebencian dari Robert, Kakak Annelis yang juga teman HBS nya, tapi disambut
ramah oleh Annelis dan Mamanya, Nyi Ontosoroh.
Minke langsung jatuh hati pada Annelis terlebih
kalau menyangkut perempuannya seleranya ya secantik Ratu Belanda, . Minke pengagum kecantikan Wilhelmina.
Nyi Ontosoroh, Ibu dari Annelis, membuat Minke kagum karena ini pertama kalinya
ia bertemu perempuan pribumi, Nyai pula (gundik), yang berani mengungkapkan
pendapatnya, mandiri dan tegas.
Nyi Ontosoroh dijual ayahnya demi jabatan pada
seorang tuan Belanda (Herman Mellema). Flash back adegan ini bikin saya mewek.
Rumah Nyi Ontosoroh dalam film Yang kabarnya akan dibuka untuk umum (wisata) di Gamblong studio |
Nyi Ontorosoh memimpin mengurus pertanian dan
peternakan berhektar – hektar sementara tuan Mellema mabuk dan menghabiskan waktu di rumah bordir Babah
Ah Tjong sejak kedatangan putranya dari istri sahnya di Belanda.
Anak pertama Nyi Ontosoroh Robert Mellema membenci darah pribumi yang mengalir pada
dirinya, membenci ibunya. Itu bisa dipahami karena pada jaman itu orang Indo
(campuran pribumi dan Belanda) menempati kasta kedua, tetap dipandang rendah
dibanding Belanda totok.
Walaupun Tuan Mellema baik dan tidak
memperlakukan Nyi Ontosoroh layaknya gundik tetapi dia tidak mau menikahi Nyi
Ontosoroh secara resmi, walaupun demi anak – anaknya, Robert dan Annelis. Kenyataan
pahit yang harus Nyi Ontosoroh terima. Namun itu tidak sepahit bagaimana
mulanya ia menjadi nyai. Orang tuanya menjual dirinya karena menginginkan
jabatan. Adegan ini saya jamin membuat penonton menangis. Realitas yang terjadi
pada masa itu.
Sebagai murid HBS, Minke sangat kritis, ia
tidak suka bangsanya direndahkan di tanahnya sendiri. Ia kerap bergulat dengan
pikirannya tentang nasib bangsanya. Pergulatan yang kemudian ia tuangkan dalam
tulisan – tulisan yang ia kirim ke Koran. Pertemuannya dengan Nyi Ontosoroh
membuatnya lebih produktif menulis. Nyi Ontosoroh menginspirasinya.
Bersamaan dengan itu kabar tak sedap
menghampirinya, ia digunjingkan ada affair
dengan Nyi Ontosoroh, kabar yang kemudian sampai pada orang tuanya.
Tokoh – tokoh lain dalam film ini, Darsam,
orang Madura kepercayaan Nyi Ontosoroh. Jean Marais, pria berkebangsaan
Perancis, sahabat Minke mantan prajurit Belanda. Surat – menyurat Minke dengan
kakak – beradik de La Croix, putri – putri Eropa totok Asisten Residen kota B.
Dalam surat - suratnya kakak
beradik de la Croix selalu mendorong
Minke untuk terus berjuang demi bangsanya karena Minkelah yang sanggup menjadi
Gong jika diibaratkan dalam sekelompok gamelan.
Panji
Darman pribumi yang diadopsi seorang pastor sehingga memiliki
keistimewaan layaknya Belanda tapi Panji menolak, ia lebih bangga menjadi
Pribumi.
Film 21 +
Film ini dilabeli 21 tahun ke atas karena ada
adegan yang tidak layak ditonton oleh anak – anak dan remaja, yaitu adegan setelah Minke dan Anne ‘bobo
bareng’ (istilah halusnya hehehe), keduanya hanya berbalut selimut. Ada juga
beberapa adegan mesra di rumah bordil babah yang di syut secara sekilas.
Mungkin teman – teman ada yang bertanya, kenapa
sih adegan ini gak dihilangkan, biar remaja bisa menonton? Jawabannya bisa tanya
mas Hanungnya ya gaes hehehe. Tapi saya pernah dengar sih dalam wawancara
ketika ditanya hal ini, jawaban mas Hanung, dia tidak ingin menghilangkan
bagian penting dalam buku untuk divisualisasikan ke dalam film. Adegan ini memang jadi benang merah, untuk
melihat cara pandang Nyi Ontorosoh, Minke yang laki – laki normal (kalau deket
cewek yang godaannya gitu), dan kisah tragis Annelis yang ternyata pernah
diperkosa oleh….(biar penasaran gak saya sebutin ya). Tragis dan bikin mewek
penonton…
Hal lain yang membuat film ini kurang pas ditonton remaja mungkin akan kesulitan memahami isi cerita secara keseluruhan dan pesannya kecuali mungkin untuk si remaja yang suka baca buku sejarah.
Hal lain yang membuat film ini kurang pas ditonton remaja mungkin akan kesulitan memahami isi cerita secara keseluruhan dan pesannya kecuali mungkin untuk si remaja yang suka baca buku sejarah.
Dialog mengutip
langsung dari Buku
Yang saya suka lagi dari film ini banyak dialog
yang langsung mengutip dari novelnya. Kalimat – kalimat yang selama ini menjadi
quote dari buku – buku Pram.
Seperti kalimat pamungkas dari Nyi Ontosoroh
yang mengakhiri film ini, kalimat yang juga jadi penutup di novelnya;
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik –
baiknya, sehormat – hormatnya.”
Dialog lain;
Berbahagialah dia yang makan dari
keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena
pengalamannya sendiri, Nyi Ontosoroh.
Cinta itu indah, Minke, juga
kebinasaan yang mungkin membututinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya,
Jean Marais.
Duniaku bukan jabatan, pangkat,
gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, Minke.
Tidak hanya kisah cinta Minke dan Annelis yang
berakhir tragis juga nasib Nyi Ontosoroh, karena dia dan tuan Mellema tidak ada
ikatan perkawinan yang sah maka harta benda/perusahaan yang selama ini ia
kelola menjadi milik anak tuan Mellema dari istri sahnya (padahal sudah cerai).
Nyi Ontosoroh berjuang di pengadilan tapi karena tidak ada bukti tertulis dan
dia pribumi, Nyi Ontorosoh dan Minke kalah.
Pada bagian akhir ini soundtrack yang diputar lagu Ibu Pertiwi. Adegan romantis sekaligus tragis kayak ga nyambung dengan soundtrack tapi tetap bikin saya nangis....hikshiks.
Pada bagian akhir ini soundtrack yang diputar lagu Ibu Pertiwi. Adegan romantis sekaligus tragis kayak ga nyambung dengan soundtrack tapi tetap bikin saya nangis....hikshiks.
Kisah Minke bisa dibaca di buku ke 2, 3 dan 4
dari buku tetralogi ini. Yap Bumi Manusia hanya satu dari 4 buku tentralogi
Pulau Buru (buku yang ditulis Pram selama mengalami tanahan politik di Pulau
Buru).
huaaaa..pengen banget nonton film ini...Percaya deh kalo filmnya Hanung...apalagi dari buku Pramoedya...wajib ditonton yak...
BalasHapusFilm ini jadi jalan masuk yg kece banget, agar millennials mencintai sastra dan sejarah. Yang beneran luar biyasaaaakk aktingnya si Inne Febriyanti ya Mba
BalasHapus--bukanbocahbiasa(dot)com--
Aku justru tertarik ingin nonton karena iqbaal. Bukan karena aku anak milenial dan ngefans sama dilan ya. Tapi sbg org sunda, dialek jawanya di trailer cukup matang.
BalasHapusAku belum nonton, hahaha, telat banget. Sudahlah sabar menunggu streaming saja. Tapi minimal udah katam sama ceritanya. Ya memang tragis sih kehidupan pada masa itu. Di mana pribumi ditekan, Nyai pun menjadi salah satu korbannya. Bersyukur penjajahan sudah dihapus dari bumi ini.
BalasHapusduuh makin penasaran liat filmnya..
BalasHapusudah banyak yg ngereview dan aku blom sempet nonton jugaak...
bocah kudu dititip ini mah ya mba
Ine Febriyanti dari dulu pas dia muda banget aku udah suka deh sama aktingnya mba.
BalasHapuskebayang 3 jam tapi nggak ngantuk ya mba? aku blm pernah baca bukunya. pak suami aku yg udah tapi dia malas nonton krna Minkenya si Dilan :)) klo aku penasaran Iqbal akting jadi Minke
ah aku belum nonton film Bumi Manusia ini nih mba, duuh kapan ya? pengen banget akutuh, banyak reviewer bilang sebagus itu dan emang waktunya cukup banyak
BalasHapusMenurut aku sih yaaa, Bumi Manusia memang layak tayang dan harus dilabelin 21+ karena ya itu tadi, ada beberapa adegan yang memang ada di buku, plus pola pikir yang agak membingungkan untuk anak di bawah umur.
BalasHapussaya tahu karena diskusi dengan si abang Dio yang tahun ini menginjak 15 tahun dan seorang penulis novel remaja. Ada banyak scene yang dia belum ngerti walau saya udah jelaskan tentang masa penjajahan, SARA, dan melebar sampe ke kolonialisme dan komunisme
beda dengan saat diskusi dengan ponakan,kakak Kalvin yang usianya tahun ini 23 tahun. Dia jauh lebih paham dengan maksud Nyi Ontosoroh, paham dengan idealisme dan menangkap benang merahnya. Demikian sekilas info hahhahh panjang yaaaaa
Kalau Ine Febriyanti memang keren aktingnya, dulu waktu SMA pernah baca bukunya kakakku, waktu itu masih agak bingung dengan benang merah ceritanya makanya aku tertarik pas difilmkan, tapi belum sempat nonton nih, mudah-mudahan ada waktu me time buat nonton Bumi Manusia.
BalasHapusKebetulan udah nonton film ini. Dan aku nontonnya sam anak, jadi beberapa adegan sering aku tutupin matanya..untungnya anakku segera tidur..
BalasHapusApa ya, film ini kurang berkesan buat aku..ada beberapa hal yang cukup menggangu..seperti perilaku Robert contohnya
Jadi inget adikku kemarin habis nonton ini exicted banget spoilernya haha, emang sih dia nonton ini karena ada Iqbaal. Dari reviewnya bagus-bagus juga. Penasaran jadinya pengen nonton juga.
BalasHapusDibeberapa grup WAG banyak yang bahas Bumi Manusia, katanya ini wajib nonton. Apalagi teman-teman yang memang hobi nonton juga bilang, tonton film ini dulu kalau pengen nonton bioskop.
BalasHapusBaca review-review film Bumi Manusia membuatku semakin ingin nonton. Oh ya aku belum pernah baca bukunya Pram. Ingin langsung nonton saja filmnya hehe. Makasih sharingnya mba.
BalasHapusMbaa.. saya suka banet sama film ini. Baguuus. Tapi sayang ya sad ending. Saya maunya happily ever after. Penggarapan film dan akting2 pemerannya emang top banget ya. Suka deh.
BalasHapusAku udah baca bukunya tapi belum nonton filmnyaaa mba.. bagus ya. Gotta watch it then
BalasHapusPenasaran aku mba Blum nonton dnger komentar temen2 tentang film ini Makin penasaran aku mau tau endingnya
BalasHapusBelum pernah baca bukunya, tapi penasaran banget pingin nonton filmnya... Makasih reviewnya ya mbak...
BalasHapusaku belum nonton nih, tapi takut kecewa kalau yang se-okay novelnya..
BalasHapusnonton jangan? hehehehe
kalo film kayak gini, settingnya kan lama yah, itu pasti bikinnya juga seru, kadang kita suka lupa, tapi kalo aku suka merhatiin yang kek gini, apalagi tema , settinganya itu tempo dulu yah, menarik
BalasHapusBelum baca novelnya dan belum nonton juga. Menyedihkan zaman itu sudah ada pemerkosaan kepada Anne. Dan juga hubungan tanpa menikah, juga ada. Entahlah kalau ditonton anak remaja yang ngeyel, sebaiknya memang 21 tahun plus umurnya.
BalasHapusIni filmnya bagus ya mba, temenku pada ngajakin nonton ini, tapi ga kesampean sampai sekarang.
BalasHapuswahh jadi penasaran deh pengen nonton film ini, tapi kapan hiks .. baca review mbak rina, yang sudah membaca bukunya juga jadi kepo deh
BalasHapusWwwoo banget..
BalasHapusAku baca buku Bumi Manusia kok terhenti di beberapa bagian yaa...
Merasa buku ini sungguh menarik, tapi...
Apa enak nonton filmnya aja dulu gitu...?
Belum nonton film ini dan aku liat beberapa temanku share di sosmed reviewnya bagus banget yah jalan ceritanya
BalasHapus