Kembang Desa
Perempuan itu tidak menyangka,
pernikahan kedua kalinya berujung persis sama dengan pernikahan pertamanya,
perceraian. Lebih tepatnya ia di ceraikan dengan alasan tidak kunjung hamil. Padahal
sungguh, ia berharap pernikahan keduanya akan menjadi bukti bahwa tidak ada yang
salah dengan rahimnya. Doa-doa panjang sudah ia panjatkan agar di pernikahan
keduanya, seorang bayi akan bersemayam di rahimnya.
Kakak sulung sekaligus pengganti
ibunya itu memeluknya erat-erat. Getar suaranya menandakan bahwa dia tengah
menahan tangis.
Sungguh yang ia inginkan adalah
keheningan dan sendiri. Meraba-raba
rahasia Tuhan atas takdirnya. Akh, tapi bagaimana jika sebenarnya kedua mantan
suaminya yang salah dalam hal ini bukan rahimnya, seperti dugaan kakak
lelakinya.
Walaupun menyandang status janda
dua kali, perempuan itu tetaplah dianggap kembang desa. Masih di kagumi
kecantikannya. Kesantunan dan kewibawaan
yang terpancar dari dirinya membuat orang sekampung hormat. Orang bilang, ia mewarisi kewibawaan bapaknya.
Jika saat perawan banyak pemuda
yang datang untuk menyuntingnya, kini
para lelaki beristri yang ingin menjadikannya istri kedua dengan cara yang sah.
Pada jaman itu, adalah hal biasa seorang suami kaya dan terhormat memiliki
istri lebih dari satu.
Benarkan ada seorang lelaki yang
benar-benar mampu bersikap adil? Benarkah ada seorang perempuan yang rela dan
seikhlas-ikhlasnya di madu? Sebagai seorang perempuan yang pernah menikah ia
tahu perihnya cemburu. Sakitnya rasa rindu jika tak berbalas. Ia tidak bisa
membayangkan jika berada di posisi seorang istri yang di madu. Ia tidak mau
merusak rumah tangga orang. Beberapa orang cukup legowo saat lamarannya ia
tolak tapi ada satu yang terus mengejar dan memaksanya. Atas saran kakaknya bersembunyi
untuk sementara waktu di rumah kakak lelakinya di kota B. Ia tak menapik
keinginan untuk menikah lagi tapi yang ia harapkan bukan untuk menjadi istri
kedua.
Belajar makna ikhlas
Setelah beberapa lama di kota B,
perempuan itu kembali ke kota asalnya. Suatu hari ia berkunjung ke tempat
Pamannya dan di sinilah pertemuan itu bermula. Seorang lelaki paruh baya berpakaian necis,
mengendarai mobil mengkilat, jatuh hati pada pandangan pertama terhadapnya. Tentu
saja awalnya ia tidak curiga sampai Pamannya menyampaikan kabar bahwa lelaki,
sebuat saja Pak X, ingin melamarnya, menjadikannya istri kedua.
Ia tolak dengan tegas lamaran
itu. Pertama tentu saja karena ia tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap
lelaki yang umurnya jauh berada di atasnya, kedua ia tidak mau dijadikan istri
kedua. Akh, adakah yang salah dengan
dirinya sehingga selalu menjadi pilihan untuk yang kedua.
Tapi rupanya penolakan itu tidak
membuat Pak X mundur, beragam cara halus dan santun dikerahkan untuk
memenangkan hatinya. Dan menegaskan
bahwa istrinya pertama mengijinkan ia menikah lagi.
Akhirnya perempuan itu luluh
terlebih setelah ia bertemu istri pertama Pak X. Yang menyambutnya dengan
keramahan dan kehangatan. Saat mereka berpelukan, ia merasakan kehangatan yang
sama dengan pelukan kakak perempuannya. Dan
ia tidak menemukan sirat kepura-puraan di mata istri Pak X.
Setelah menikah, Pak X
menempatkannya di rumah lain. Sesekali istri Pak X mengundang ke rumahnya dan
akhirnya menjadi aktivitas rutin. Ia membantu bu X mengurus anak-anaknya.
kehangatan bu X tak berubah, malah membuat anak-anak Pak X menjadi dekat
dengannya. Dan menempatkan dirinya menjadi ibu juga untuk anak-anak Pak X.
Naluri keibuannya tumbuh seiring
interaksi dengan anak-anak Pak X. Ibu X hamil dan melahirkan lagi. hingga
anak-anak Pak X berjumlah sembilan. Sementara rahimnya tetap kosong.
Perempuan itu mulai menginsafi
takdirnya. Menerima bahwa Tuhan tidak menitipkan anak-anak lewat rahimnya tapi
rahim perempuan lain. Ia sangat
menyayangi anak-anak Pak X layaknya anak yang ia lahirkan sendiri.
Waktu terus berjalan, bu X sakit
keras yang kemudian di ketahui mengidap kanker. Ia hijrah ke rumah Pak X untuk
mengurus ke 9 anak Pak X dan istrinya dengan bantuan seorang asisten bu X yang
setia. Bu X akhirnya meninggal dunia dan ia menjadi ibu untuk kesembilan anak Pak
X yang sebagian masih balita.
Apakah Bu X mempunyai firasat bahwa umurnya tidak
panjang sehingga merelakan dirinya di madu? Pertanyaan itu berkali-kali muncul
di benaknya.
Seiring usia, pak X mulai
sakit-sakitan, bersamaan dengan itu perusahaan milik pak X mengalami goncangan
hebat hingga hampir bangkrut. Pak X akhirnya meninggal.
Keadaan memaksa perempuan itu
menjadi ibu yang sebenar-benarnya untuk ke 9 anak tirinya. Ia mulai merintis usaha jualan kue untuk membantu membiayai
sekolah anak-anak tirinya.
Buah Keikhlasan
Kesembilan anak pak X menyayanginya
layaknya ia adalah ibu kandung mereka,
begitupun menantu dan cucu-cucunya. Sikapnya yang ramah dan hangat, membuat
para menantunya dekat. Anak-anaknya memberangkatkan dia umroh dan berhaji. Di usia tuanya dia terserang stroke, anak-anak tirinya gantian mengurus hingga ajal menjemput.
Perempuan itu kerap berkata
dengan suka cita, ia memiliki sembilan anak dan banyak cucu tanpa melahirkan.
Perempuan itu (almarhum) adalah
adik kakek saya yang juga sudah berpulang beberapa tahun lalu. Nenek yang saya
kagumi karena kebesaran hatinya. Gurat kecantikan, bersahaja dan kewibawaannya
tak luntur di makan usia. Saya juga
mengaguminya karena dia selalu tampil rapih
dan cantik bahkan sampai usia senja. Bukan cantik karena beragam polesan. Kosmetiknya
hanya bedak dingin dan lipstik tipis.
foto kakek dan adiknya |
Ia selalu berpesan pada anak-anak
dan saudara perempuannya, seorang istri walaupun di rumah, harus selalu rapih
dan cantik. Sambut hangat kedatangan suami dan sediakan air minumnya. Kalau suami
hendak berangkat kerja siapkan baju kerjanya. Kalau bisa walaupun ada pembantu
pakaian suami di cuci dan di setrika sendiri sebagai bentuk bakti dan
kecintaan.
Ceritanya mengharukan.. Sisi lain dari kehidupan. Thank you sudah ikutan ya mba rinaa...
BalasHapusSubhanaAllah ya mak... kita tak pernah tahu rahasia Allah. Sungguh sosok wanita luar biasa ikhlash a/ ketetapanNya. Beruntung sekali pak x dan anak2nya...
BalasHapusbagus banget kisahnya :')
BalasHapus