Jam menunjuk di angka 4 ketika
bis yang membawa kami sampai di tempat tujuan. Sebuah restoran di pinggir
pantai. Dua pramusaji mengantar kami
menuju deretan meja yang sudah di siapkan tak jauh dari bibir pantai. Suara
deburan ombak langsung menyambut kedatangan kami. Untuk sesaat saya merasa de
javu, teringat 4 tahun lalu, pada waktu yang hampir bersamaan
kami berada di tempat ini, menunggu senja yang bergulir sampai akhirnya
menghilang. Kami tak langsung duduk namun melepaskan pandangan pada langit yang
bersaput gumpalan awan putih dan lautan yang tak bertepi dengan rasa antusias
yang dalam sebelum akhirnya berfoto sana-sini dengan pose dan senyuman narsis
dan norak hahaha.
Setelah puas berfoto dan haha
hihi, baru kami memandang sekeliling. Restoran yang berderet sepanjang pantai
mulai dipenuhi pengunjung. Suara obrolan dan tawa samar-samar terdengar.Di
ujung kanan terlihat deretan perahu nelayan yang siap berlayar.
Sapuan langit berganti abu-abu dan semburat jingga di ujung
barat. Kami kembali pada posisi menantang laut, bedanya kali ini kami tidak
saling memfoto diri tapi memfoto tiap detik sang matahari yang berlahan-lahan
tergelincir, menyisakan semburat jingga yang kemerahan di batas cakrawala lalu hingga
akhirnya hilang dan mennghadirkan kegelapan malam. Sementara itu deburan ombak
terasa lebih keras memecah bibir pantai dengan angin yang meruapkan keringat
sisa sepanjang hari.
Itu adalah senja terakhir yang
saya nikmati bersama teman-teman kantor di Jimbaran Bali. Setiap satu atau dua
tahun kantor saya memberi reward kepada semua karyawannya berupa liburan selama
4 hari tiga malam, selama 5 tahun bekerja di sana, sudah dua kali ke Bali, satu
kali ke Menado dan danau Toba. Dan menikmati sunset di pantai selalu menjadi
salah satu agendanya. Momen itu selalu
berkesan bukan hanya karena menunggu dan mengabadikan sunset dalam foto tapi
obrolan yang hadir saat menunggu dan menyantap hidangan makan malam. Obrolan
khas ibu bekerja. Merasa bebas menikmati waktu tanpa perlu berpikir soal masak
apa besok untuk si kecil atau soal macet atau soal jadwal pekerjaan yang harus
diselesaikan dengan lembur.Bisa tertawa lepas melihat bos dikerjai (kalau di
kantor mana bisa!).
Namun di sisi lain terselip
perasaan ‘bersalah’ pada orang rumah, anak-anak dan suami, khawatir art atau baby sitter nggak perhatian sama
anak selama kita gak ada, tentang ASI yang belum di perah, list oleh-oleh yang
harus di beli – untuk si mbak dan mertua gak boleh ketinggalan- sementara uang
saku dari kantor pas-pas an, dan khayalan berharap dapat liburan kembali kemari
bersama keluarga, bukan acara kantor.
Kenangan yang kadang membuat saya
rindu hangout setelah gajian, kuliner atau berburu baju diskonan di mall
bersama teman kantor. Miss u my friends.
Postingan ini diikutsertakan dalam “A Place to Remember Giveaway”
romantis tempatnya^^
BalasHapusiya romantis ...sayang, kalau ke sin gak pernah barengan suami...
Hapusemak-emak kebanyakan ya kalau lagi jalan pasti ingat yang di rumah
BalasHapusbetul mba seenak dan seindah apapun tanpa keluarga merasa sedikit bersalah ;p
HapusLho, rewardnya gak sepaket gitu, Mba?
BalasHapusJadi ada yang kurang, ya. Apalagi anak2 gak ikut. :)
klo sepaket kayaknya kemahalan mba, jdi karyawan aja hhehe
Hapusaku juga pernah kesana mak, emang keren banget tempatnya.. makan dgn view senja dan pesawat yg naik turun di Bandara Ngurah Rai ;)
BalasHapuskeren dan makanannnya enak ;p
Hapussepertinya romantis deh, makan di pinggir pantai sambil melihat sunset :)
BalasHapusromantis klo sama suami heheh
Hapusmemang saat senja di pantai manapun pastilah indah, mendengar suara deburan ombak duh...apalgi bs ditemani ds someone yg spesial....aku jg pernah ke saan tp baru bs malam hari jadi gak sempat lihta senja yg menjingga di langit
BalasHapusindahnya ya...momen yang bikin rindu & terharu
BalasHapusAsyik juga ya duduk dan makan di sana, yaaah meskipun hati tertinggal di rumah :)
BalasHapusTerima kasih sudah meramaikan GA ini. Good luck.