Oleh-oleh family tea camp
sariwangi, sesi family time bersama psikolog Ratih Ibrahim (2)
bersama 9 keluarga lain pemenang menulis kisah inspiratif momen 15 menit |
Gak mau donk anak-anak kita jadi generasi Cukup, Cupu dan
Culun, apa tuch...
Semua orangtua pasti tahu donk
jika interaksi anak dengan game di gadget atau nonton tv secara berlebihan ,walaupun isinya (katanya)
edukatif, gak baik untuk pertumbuhan otak dan fisik anak. Untuk saya sendiri, konsisten membatasi
anak-anak nonton dan main game itu banyak godaannya. Saya tidak terlalu punya
masalah dengan game karena anak-anak masih kecil dan tidak memberi mereka gadget untuk main game
tapi ada sedikit masalah dengan jam menonton. Walaupun dibatasi lebih seringnya
saya memberi tolerasi 1 jam tambahan
atau lebih. Alasannya banyak, saya lagi nanggung mengerjakan tulisan (ngejar dl
aorderan tulisan atau lomba), lagi masak, lagi beres-beres, lagi asik bbm
an....
Atau kehabisan ide untuk mencari
kegiatan untuk anak-anak. Membuat kreasi udah,
membiarkan mereka ngubek-ngubek kolam ikan udah (sampai ikannya mati L),
piknik-piknikan di taman udah. Sementara teman sebaya yang biasa main bersama
mereka lagi tidak ada.
Sesi family time bareng Ratih
Ibahim di acara teacamp sariwangi kemarin, bahasannya pas banget dengan masalah
saya ini. Soal pentingnya quality time dengan anak-anak. Terlebih anak-anak
sekarang banyak yang sibuk dengan gadgetnya.
Menurut Ratih Ibahim, kecanduan
anak pada gadget atau nonton tv akan membuat anak tumbuh menjadi generasi
cukup, cupu dan culun. Padahal persaingan global bukan lagi isu, tak lama lagi
tak ada batasan negara untuk kesempatan mencari kerja. Kebayang kan klo
generasi bangsa ini C, bukan tidak mungkin semua tenaga profesional di pegang
tenaga asing.
Game sebaiknya semingu sekali dan
waktunya dibatasi dua jam. Untuk menonton sama juga. Jadi orangtua harus
konsinten. Terus bagaimana supaya anak tidak main game atau nonton? Beri
kesibukan, kan ada tugas sekolah. Kalau tugas sekolah sudah selesai dan masih
minta main game berarti kegiatan si anak kurang. Tambah tugas dan kegiatan dia
dengan memberi les atau kursus dan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan harian,
seperti membereskan tempat tidur, menyiapkan sarapan dsb.
Kalau anaknya masih balita,
orangtua dituntut kreatif, membuat kegiatan yang variatif untuk anak.
Bagaimana jika ada perlawanan dari anak karena membatasan
ini dengan mengamuk (tantrum). Anak tantrum
itu wajar. Jika orangtua konsisten lama-lama anak akan mengerti.
Kalau anak di bully lingkungan
(teman-temannya) bagaimana? Misal
dikatain culun karena gak bisa dan gak tahu game atau film seri tertentu. Buat anak kita jadi trendsetter, beri
atau kursuskan dengan skil yang membuat anak jadi keren
tanpa game atau tv. Misal kursus musik, olahraga, skateboard dsb.
Intinya, sebagai orangtua saya
dituntut lebih kreatif dan rela
berkorban (waktu) untuk mereka, mau capek, tega dan cerewet. Cari ide biar Azka
dan Khalif tetap enjoy tanpa tv, tambah mainan atau memanfaatkan barang yang
ada di rumah untuk dijadikan mainan. Anak sehat itu bukan yang suka duduk manis
tapi bandel J.
Yap, daripada jadi generasi cukup, cupu dan culun.
Mengutip kata Ratih Ibrahim, Mendekatkan
anak-anak pada alam akan membuat mereka tumbuh kokoh.
sore di depan tenda, menikmati singkong goreng plus teh hangat :) |
Kebanyakan nonton tv dan main game lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya. langkah yang bagus kak dengan cara membatasi itu.
BalasHapusasyik banget sih mbak andai aku ikutan ya :)
BalasHapus