Tampilkan postingan dengan label donone akademi. Tampilkan semua postingan

Empat Kiat Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi

Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi

Tumbuh kembang anak

Melewati dua tahun pandemi dengan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah saja menumbuhkan kebiasaan baru, bukan hanya bagi orang dewasa juga anak-anak. Kini, memasuki masa transisi menuju kehidupan normal (Aamiin), kembali pada rutinitas di luar rumah seperti sekolah, bekerja dan bersosialisasi. Bagi orang dewasa atau remaja, mungkin perubahan ini tidak terlalu membuat ‘kaget’ secara sosial dan emosional, tapi bagaimana dengan anak usia dini yang dua tahun sosialisasinya terbatas di rumah dan hanya keluarga lalu bersekolah, berinteraksi dengan lingkungan baru? Mereka kehilangan tingkat interaksi yang merupakan tonggak penting bagi perkembangan sosial emosionalnya.  Pertanyaan yang mungkin ada juga di benak para mama yang memiliki anak usia dini atau baru masuk Sekolah Dasar. Melalui masa taman kanak-kanak tanpa bertemu langsung (sangat jarang) temannya lalu langsung masuk SD bertemu teman dan lingkungan  baru.


Webinar Hari Keluarga Nasional


Dalam merayakan kehangatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni lalu, Danone Indonesia menyelenggarakan kegiatan webinar dengan tema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, dokter spesialis tumbuh kembang anak Dr.dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH dan ibu inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.

Narasumber 


Peran keluarga untuk tumbuh kembang anak optimal  di masa transisi



Dalam kata sambutannya Arif Mujahidin sebagai Corporate Communication Director Danone Indonesia mengatakan; Masa transisi jadi kesempatan baik bagi orangtua mengoptimalkan tumbuh kembang anak terutama sosial emosionalnya. Dukungan orangtua melalui pola asuh yang tepat menjadi sangat penting karena anak tergantung pada orangtua untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti memberikan rasa aman, akses pengajaran, dan kebutuhan nutrisi. Anak membutuhkan orangtua untuk  memantau dan mengoptimalkan tumbuh kembangnya  sehingga  tumbuh menjadi anak hebat.

Sebagai perusahaan ramah keluarga  Danone Indonesia menginisiasi forum-forum edukasi, berkolaborasi dengan komunitas, orang tua dan pihak terkait mengenai kesehatan, nutrisi, pengasuhan dan keluarga. Selain itu Danone Indonesia sudah memberikan cuti melahirkan pada karyawan perempuan dan cuti 10 hari bagi para Ayah sejak 5 tahun lalu.



Harapannya dengan diadakannya webinar ini, kesadaran masyarakat meningkat akan pentingnya kolaborasi orangtua untuk memberikan stimulus yang tepat agar perkembangan aspek sosial emosional anak optimal. Peran keluarga sangat penting dalam mendukung anak ke kehidupan sosial dan pengasuhan kolaboratif untuk mengembangkan kapasitas anak agar menjadi anak dengan  pribadi hebat.

Harta yang paling berharga adalah keluarga dan keluarga adalah bagian penting dari sebuah negara dan bangsa, lanjut Arif Mujahidin.

Hari Keluarga Nasional 2022

Hari Keluarga Nasional tahun ini pemerintah mengangkat tema “Ayo Cegah Stunting Agar Keluarga Bebas Stunting.” Stunting menjadi tema utama karena kurang lebih 40% anak Indonesia mengalami stunting. Stunting bukan hanya menghambat pertumbuhan anak secara fisik (anak pendek) juga kecerdasannya, termasuk kecerdasan sosial dan emosionalnya. Peran keluarga sangat besar untuk mencegah anak stunting.

Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)  menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan. Peran Tim Pendamping Keluarga menjadi krusial untuk mendampingi keluarga beresiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di Bina Keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan.

Menurut dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Gaya pengasuhan mempengaruhi perkembangan kognitif, emosional dan sosial anak. Pengasuhan bersama menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga. “Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi millestone aspek perkembangan merupakan hal penting.”





Empat  Kiat Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosional  Anak di Masa Transisi

Perkembangan sosial dan emosional anak diantaranya meliputi kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana anak memahami perasaan dirinya dan orang lain.

“Sebab itu aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya dimulai dari remaja hingga lanjut usia. Oleh karena itu  penting bagi orangtua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi, tutur Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH dokter spesialis tumbuh kembang anak. Gangguan  perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi dan potensi penyakit tidak menular.”



Ada 3 faktor yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik, nutrisi  dan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari faktor protektif (yang meliputi pemberian imunisasi dan perawatan kesehatan) stimulasi dan pola asuh. Faktor genetik adalah faktor yang tidak bisa diintervensi karena sifatnya bawaan. Jika dikerucutkan ada empat  faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yang bisa dioptimalkan yaitu;

Nutrisi

Nutrisi menjadi faktor penting karena perkembangan sel dan otak anak terbentuk sejak terjadi pembuahan dan terus berlanjut secara maksimal hingga 1000 hari pertama. Persiapan nutrisi harus dilakukan ibu sejak merencanakan kehamilan.

Perkembangan otak anak


Bahkan menurut dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, persiapan harus dimulai sejak remaja, sesuai prinsip siklus keluarga. Remaja sehat tanpa seks bebas (free seks), tidak menikah dini dan bebas napza, akan menumbuhkan remaja yang sadar akan pentingnya perencanaan masa depan. Seperti persiapan dan perencanaan menikah, memiliki anak dsb. Remaja tanpa seks bebas dan napza tentunya akan sehat secara fisik dan mental.

Setelah bayi lahir, pemberian nutrisi yang tepat dan gizi seimbang terus dilakukan, agar tumbuh kembang anak optimal dan menjadi anak hebat.  

Protektif

Faktor protektif meliputi perlindungan anak terhadap penyakit seperti dengan pemberian imunisasi, menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh.

Menjaga sistem pencernaan agar tetap sehat karena kecerdasan otak berhubungan erat dengan sistem percernaan yang sehat.  Cara menjaga sistem pencernaan sehat adalah dengan mengkonsumsi makan makanan bernutrisi dan gizi seimbang

Stimulasi

Stimulasi atau kegiatan yang dilakukan untuk merangsang kemampuan dasar agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Namun stimulasi yang diberikan harus disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Dokter Bernie, ada 8 prinsip stimulasi yang bisa jadi pegangan orangtua yaitu;

Namun stimulasi yang diberikan harus disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Dokter Bernie, ada 8 prinsip stimulasi yang bisa jadi pegangan orangtua yaitu;

  • Stimulasi dilakukan sesuai usia dan tahapan perkembangan anak
  • Stimulasi dilakukan berulang kali
  • Tahapan perkembangan anak bersifat individual, artinya setiap anak berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan anak lainnya.
  • Stimulasi untuk semua aspek perkembangan anak
  • Stimulasi dilakukan dengan rasa cinta, kasih sayang dan menyenangkan
  • Stimulasi dilakukan sambil bermain, jangan memaksa
  • Stimulasi dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu/peraga sederhana yang aman
  • Memberi anak reward

Pola asuh 

Umumnya kita mengenal dua jenis pola asuh yaitu otoriter dan permissive.

Pola asuh otoriter, dimana orangtua berkuasa atas anak-anak, lebih sering melakukan perintah dalam pengasuhan tanpa diskusi-mendengarkan anak). Anak dituntut menurut apapun yang dikatakan orangtua.

Pola asuh Permissive, orangtua yang terlalu melindungi anak-anaknya sehingga longgar aturan dan serba boleh. Terlalu banyak mentoleransi kesalahan anak dengan dalih, masih anak-anak.

Pola asuh yang baik yang bisa menggabungkan keduanya, ada saatnya orangtua harus tegas dan memiliki kontrol atas anak-anak, ada saatnya mendengarkan, menghargai ide/pendapat anak.

Cara mengajarkan sosial emosional pada anak

  • Anak-anak suka meniru orang dewasa, libatkan mereka sejak dini dalam melakukan tugas-tugas sederhana
  • Melibatkan anak  dalam mengambil keputusan/pendapat keluarga
  • Mengajarkan anak empati terhadap teman-teman mereka
  • Memperluas cakrawala anak dan memelihara kepekaan mereka. Membiarkan mereka menemukan dan mengenal bagaimana kehidupan orang dewasa dan anak-anak dalam sesuatu yang baik dengan orang lain.
  • Mengajak anak melakukan hal baik dengan orang lain
  • Mengajari anak mengelola emosi/perasaan
  • Membicarakan dan menjelaskan pada anak berbagai macam emosi/perasaan


Joyful Parenting ala Mama Cici Destri



Cici Destri, Mama dua anak yang juga founder komunitas  membagikan pengalamannya bagaimana ia dan suami mendorong anak agar dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara verbal. Peran guru di sekolah cukup berperan untuk memantau perkembangan anak dengan cara bagaimana anak mengikuti kegiatan dan tugas di sekolah.

“Kami memahami bahwa fase membangun hubungan  baru merupakan sebuah keterampilan. Si kecil dapat menguasainya dengan dukungan yang tepat, terutama dari keluarga. Melalui interaksi sosial secara tatap muka langsung. Si Kecil mampu menumbuhkan rasa kepercayaan baru dan merasakan kenyamanan berada di lingkungan barunya. Dengan begitu, saya yakin si kecil bisa tumbuh menjadi anak hebat yang pintar, berani dan memiliki empati tinggi,” tutur Cici Desri.

Sesi tanya jawab 


Beberapa pertanyaan yang diajukan peserta webinar yang terdiri dari blogger dan media mungkin mewakili pertanyaan para Mama lain. 

1. Kiat apa untuk menumbuhkan rasa percaya diri  anak yang sebelum pandemi sudah aktif lalu mengalami masa pandemi dan menghadapi lingkungan baru? Bagaimana dengan anak yang lahir di masa pandemi? 

Menurut dokter Bernie, anak yang dulu aktif bersosialisasi lalu mengalami masa pandemi yang mengharuskan di rumah saja saat kembali ke masa transisi ini tidak akan mengalami kesulitan dengan sosialisasi hanya orang tua perlu mengarahkan dengan menasehati apa yang harus dilakukan. 

Untuk anak yang lahir di masa pandemi yang artinya saat ini usianya kisaran 1 sampai 3 tahun, sebenarnya sosialisasi sudah cukup dengan interaksi dalam keluarga karena secara tumbuh kembang anak, saat usia itu interaksi sosial yang dibutuhkan cukup dari keluarga, dengan ayah ibu saudara kandung atau kalau ada kakek nenek. 

2. Ketika pandemi, kesibukan orangtua bertambah karena menemani anak sekolah online, selain harus bekerja dan mengerjakan pekerjaan rumah. Kadang orangtua mengalami burn out, imbasnya orang tua mudah marah hingga mengeluarkan kata-kata kasar pada anak, apa efeknya pada anak? 

Yang harus diingat, orang tua harus menjadi role model untuk anak-anak dan secara tidak langsung anak akan meniru orang tua. Jadi sebisa mungkin orangtua menghindari berkata kasar pada anak. Dan harus diingat stimulasi pada anak harus dilakukan dengan cara menyenangkan dan terus menerus.