Tampilkan postingan dengan label azka. Tampilkan semua postingan

Prestasi Bidang Literasi

Prestasi Bidang Literasi


“Kok bisa ya Ma, teman aku rata-ratanya 95.  95 Ma! Bukan 90! Itu ngapain aja ya di rumahnya,”

tanya si Sulung dengan nada heran sekaligus kagum.

“Ya belajarlah, ga kayak kamu seharian ngegambar, seharian baca novel (Tere Liye), bisa setengah hari uwel-uwel kucing, bisa seharian ngulik gitar atau piano.”

“Iyalah masa belajar terus. Tapi Mah ada temanku aku pintar tapi katanya ga belajar terus-terusan. Mama inget kan Si A, teman SD aku, yang nakal tengil, dia ngakunya  ga pernah belajar kecuali ada  ujian, nilainya bagus.”

“Ya itu mungkin orang cerdas, IQ nya tinggi. Tapi orang cerdas bisa kalah sama orang rajin. Jadi kalau kamu rajin belajar bisa sepintar itu.”

“Ogah amat terus-terusan baca buku pelajaran,” katanya sambil menggidikkan bahu dan tertawa.

Sepenggal percakapan saya dan anak gadis hari sabtu lalu  setelah  pelepasan sekolah menengah pertama. Yap tahun ini anak gadis di rumah lulus smp dan siap-siap jadi anak sma.



Saat pelepasan sekolah kemarin, terpilih 15 siswa/siswi berprestasi dengan tiga katagori, 5 siswa berprestasi bidang ismuba (pendidikan agama islam termasuk tahfiz), 5 siswa perprestasi bidang akademik (nilai pelajaran sekolah),  dan 5 siswa bidang kesiswaan (non akademik).

Nilai tertinggi yang diperoleh teman seangkatannya 95 koma sekian. Untuk tahfiz, hapalan terbanyak 7 juz. Prestasi non akademik, di raih teman-temannya yang menjadi ketua Hizbut Wathan (HW) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Anak-anak sekolah di perguruan muhammadiyah jadi organisasi kesiswaannya IPM bukan OSIS  dan organisasi kepanduannya HW bukan pramuka. Prestasi akademik bidang non akademik juga diraih temannya yang sering juara main bola dan sudah masuk tim sepak bola remaja Tangsel.

Kapolri Cup


Siapa sangka anak gadis pun terpilih menjadi salah satu siswa beprestasi di bidang literasi!

Saya jadi ingat pernah menuliskan bagaimana saya melihat si anak gadis menikmati masa sekolah dasar, dengan ikut terlibat banyak kegiatan di sini, Masa Indah di Sekolah Dasar

Ini benar-benar  tidak kami duga. Anaknya pun ga nyangka terpilih jadi siswa berprestasi bidang  literasi. Yang saya tahu anak gadis aktif di HW dan IPM. Di IPM  sebagai wakil ketua,  di HW sebagai pengurus bidang apa gitu saya kurang paham. Kegiatannya lumayan padat, kalau ada acara di sekolah pasti jadi panitia, rapat-rapat sampai sore bahkan sabtu atau minggu. Laporan pertanggujawaban lah, bikin proposal, serah terima jabatan dsb. Rapat mau camping HW anak kelas 1 kelas 2 dst. Pokoknya sok sibuk.


Selain itu dia juga paling semangat mewakili sekolah untuk pertandingan bela diri Tapak Suci. Selama di SMP sudah 4 kali ikutan pertandingan Tapak Suci. Rajin ikut lomba gambar/poster online maupun offline. Perlombaan-perlombaan yang dia ikuti tidak selalu menang dan itu membuatnya bete tapi saya selalu menyemangati. Terus berlatih, terus ikut lomba. Mana ada yang sekali ikut lomba langsung menang. Mungkin ada tapi jarang.

Saya tahu dia suka baca novel Tere Liye  dan sudah membaca semua seri bumi yang jumlahnya lebih dari 10. Dia punya cycle khusus penyuka novel-novel Tere Liye di sekolah jadi mereka saling pinjam buku. Dia pernah cerita perpus di sekolahnya tidak lengkap. Saya bilang, usul aja ke sekolah. Beberapa waktu kemudian dia bilang. kalau perpusnya banyak buku baru,” Buku-buku bahasa inggris yang kayak di BBW Mah. kayaknya sekolah beli bukunya di BBW. Ada novel Tere Liye juga Ma. Aku memang pernah bilang minta buku Tere Liye ke petugas perpus.

Saat pengumuman dia menjadi siswi berprestasi bidang literasi, disebutkan kalau si anak gadis setiap hari mampir ke perpus untuk baca buku.

Sejujurnya saya terharu dengan prestasi yang sudah diraihnya. Bagi banyak orang mungkin bukan sebuah prestasi wah. Semoga terus menyebarkan virus asiknya baca buku ya Ka, tetap aktif dengan kegiatan positif  dan jadi diri sendiri.

Merdeka belajar, belajar dengan bahagia, tahu dan paham elajaran yang diminatinya, tahu arah yang ingin dituju untuk masa depannya. 

Berapa rata-rata nilai akademik di anak gadis? Alhamdulillag masih di atas rata-rata, kisaran 80 sampai 85.

Note : Saya mengontrol novel yang dibacanya. Kalau novel Tere Liye boleh dibaca, novel lain harus bilang mama dulu, untuk memastikan dia membaca novel sesuai usianya. Novel Jane Austin saya perbolehkan baca. Anak gadis masih saya larang baca novel online,  alasannya karena novel online tidak dieditori jadi khawatir ada novel dengan adegan romance yang tidak layak dia baca. Alhamdulillah nurut selain katanya dia ga suka baca via hp, pusing dan tentu saja karena kuotanya terbatas dan belum punya emoney. 

Best moment Kaka

Hari minggu lalu, pertama kalinya Kaka berenang sejauh lebih dari 20 meter tanpa jeda, bahkan nampak enjoy dan cengengesan penuh kemenangan (mungkin bangga).

Waktu itu Abinya hanya mengajak Azka  barengan berenang, dan surprise karena Kaka bisa menyamainya.  Jadi postingan ini dalam rangka mengabadikan best moment Kaka.  Hanya penting untuk saya hehehe.

Cerita di balik
Saya memang ingin anak-anak bisa berenang sedini mungkin salah satu alasannya biar tinggi badannya ga kayak mamanya ini hahaha. Pada keadaan dan hal tertentu suka minder tapi dalam batas wajar, ga sampai mengurung diri atau frustrasi hehehe. Manusiawi toh karena manusia sukanya yang sempurna. Tapi pada beberapa keadaan  pernah di untungkan dengan tinggi badan yang saya miliki ini.

Alhamdulillah, pas beli rumah (nyicil kpr maksudnya) dapat fasilitas gratis   klub olahraga selama satu tahun, jadilah Azka yang waktu itu berumur sekitar 1  tahun hampir seminggu sekali kami ajak berenang. Setelah masa gratis habis, Kaka suka menangih minta berenang, kami pun mengadendakan maksimal sebulan sekali mengajak berenang. Sebulan sekali rupanya tidak membuat Azka puas, jadilah di umur 5 tahun lebih, kami mengleskan Azka berenang , seminggu sekali.

Jualan #idemain

Beberapa waktu lalu saat belanja saya mendapat hadiah satu karton mie instan. Bingung donk karena kebanyakan dan kami tak pernah menstok mie instan di rumah sebagai antisipasi biar gak pengen mie terus. Kami mengkonsumsi mie instan seminggu sekali.

Ehm, sebagian di kasih si mba aja, sebagian buat saudara, sebagian....otak saya mulai menghitung-hitung dan bagi-bagi mie.

Kemudian si Azka celetuk. 
"Ma, asik donk kita bisa jualan. Jadi nanti mama banyak uang."
"Iya, Azka jualin aja, uangnya buat di tabung," timpal suami.
saya mengerti arah pembicaraan suami, dia berkali-kali berkata ingin sekali mengajarkan anak wirausaha sejak dini. Azka pernah saya tawari bawa kue ke sekolah untuk di jual tapi menolak katanya malu.

Azka pernah mengeluarkan kebutuhan sehari-hari, seperti teh, gula dan terigu, lalu memajangnya di depan rumah, katanya mau jualan.

Learning by doing

Cinta kebagian moto :) 
Jika saya ada acara di hari sabtu minggu, entah itu kopdar, ikut talkshow atau workshop , biasanya suami dan anak-anak ikut serta, minimal mereka menunggui di tempat lain sampai saya selesai.
Seperti saat bedah buku Mommylicous di    radio Sindo  Fm, grup MNC beberapa waktu lalu. Dari rumah saya memang sudah berniat mengajak Azka ke ruang siaran sementara  suami dan  Khalifah menunggu di luar.

Mba Arin pun datang bersama keluarganya, dan seperti saya, Mba Arin mengajak Cinta - putri sulungnya yang kelas 4 SD, masuk ruang siaran. 

Alasan mengajak Azka karena ingin memperkenalkan Azka pada sesuatu yang baru.
Jadi sebelum hari H saya sudah membicarakan dengan Azka soal ‘ikut mama siaran di radio’. Saya jelaskan juga pada Azka apa dan seperti apa Radio.

Hari Pertama Sekolah

Hari senin lalu timeline medsos di dominasi status dan foto hari pertama sekolah anak-anak. Saya termasuk mama yang excited di hari senin itu karena itu hari pertama Azka jadi murid sekolah dasar. Saking excitednya gak sempat bikin status di FB. Selain excited rempong sih penyiapkan dua anak siap ke sekolah, yap karena Khalifah juga di ajak serta. Seminggu pertama sekolah saya mengantar jemput Azka. Minggu selanjutnya sehabis lebaran naik jemputan. Karena ini hari istimewa Abi nya Azka pun cuti biar bisa mengantar Azka ke sekolah.




Sepulang sekolah dan tiba di rumah Azka tidak mau melepas seragam rok sekolahnya, bahkan sampai sore hari dan kami memutuskan berbuka di luar rumah.


Semoga semangat belajarmu tak padam ya, Nak...jadi pembelajar sepanjang hayat.

Apresiasi untuk Azka Zahra


Azka juara satu lomba menyanyi*..horeee.  Eits, ini bukan lomba nyanyi khusus pencari bakat atau ajang menjadi tenar, tapi cukup membuat saya dan suami bangga.  



Ini dia gaya Azka saat menyanyi; ekspresi wajahnya sangat datar, berdiri hampir tidak bergerak hanya mulutnya yang lancar menyanyikan lagu dengan lancar dan suara lepas.





Yang jadi penilaiannya  bukan suara atau gaya saat menyanyi tapi kepercayaan diri anak.

Tanpa saya dorong (saya duduk hanya sebagai penonton dan juru foto), Azka langsung mendaftarkan diri ikut lomba nyanyi  jadi surprese juga saat tiba-tiba Azka sudah di panggung dan nyanyi. 


Kami mengapresiasinya dengan maksimal dengan tujuan menambah kepercayaan diri Azka dan mengenalkan konsep berkompetisi. Bahwa dalam lomba tidak semua menjadi juara.  Yang menjadi juara berarti lebih bagus/lebih hapal/lebih percaya diri dari teman-temanya.
Azka pun jadi mengerti kenapa dia tidak juara di lomba hapalan doa dan hadist karena Azka belum hapal benar masih harus di tuntun bu guru.

*Lomba nyanyi ini diadakan di sekolah Azka, dalam rangkaian peringatan maulid nabi besar Muhammad SAW, tanggal   kemarin. Selain lomba nyanyi lagu anak, ada lomba hapalan surat pendek, asmaul husna, hapalan doa sehari-hari dan hadits, dan Adzan untuk anak laki-laki.

Menyalurkan energi besar Azka


Menurut sebuah artikel yang saya baca, usia 4-5 tahun keingintahuan si kecil terhadap sekeliling sangat besar, ia pun memiliki energi cukup besar untuk memuaskan keingintahuannya itu. Dan usia ini saat yang  tepat untuk memberinya aktivitas tambahan yang fun dan kreatif, terlebih jika si kecil lebih banyak menghabiskan waktunya dengan nonton atau main game.


Si kecil Azka Zahra tidak melek tontonan di tv tidak juga tahu tontonan di tv kabel (karena saya belum mau langganan) jadi waktunya nonton terbatas. Main game juga kami batasi. energii besarnya dihabiskan dengan bermain dengan mainannya di rumah dan bermain dengan teman sebaya selain sekolah.



Karena kami pikir, daya khayalnya sudah cukup baik (dia anteng kalau main sendiri di rumah dengan mainannya – boneka – masak-masakkan- membuat kreasi dari buku mister maker (dibantu saya)

Jadi suami memutuskan untuk mengeleskan Azka berenang. Les sekedar untuk bisa berenang untuk menjadi atlet. Azka memang suka main air di kolam renang jadi suka nagih kalau tiga minggu berturut-turut kami tidak mengajaknya ke kolam renang. Kebetulan di perumahan tempat saya tinggal ada waterboom yang membuka les berenang untuk anak-anak dengan harga murah, satu kali pertemuan sama dengan harga tiket masuk yaitu 50.000 rupiah. Jadilah setiap sabtu Azka berenang. Dan Abi bertugas mengantar dan menunggui Azka berenang J



Pelajaran Bermain di Luar Rumah


Saya dan suami sama – sama lebih suka jika putri sulung kami Azka Azzahara (4y5m) bermain daripada membiarkannya  lama-lama duduk manis di depan tv.  Bukan berarti Azka tidak pernah nonton tapi kami membatasinya. Bermain di dalam rumah atau di luar rumah, entah itu sekedar memunguti bunga kamboja yang berjatuhan, memberi makan kucing liar atau bermain dengan teman sebayanya. Saya memilih menambah budget membeli buku, kertas, krayon dan cat air dibanding berlangganan tv kabel. Karena kami percaya Play is the begining of knowledge.

Tapi membiarkan anak bermain di luar rumah, berinteraksi dengan teman sebaya dan bersinggungan dengan beragam orang bukan tanpa resiko. Itu saya sadari baru-baru ini saat  Azka mengatai adiknya yang baru berumur 8 bulan dengan perkataan bodoh. Satu dari kata-kata negatif yang saya dan suami sepakati tidak diucapkan selama membimbing anak.

“Bukan bodoh tapi dede belum bisa masih kecil,” ralat saya.
“Kakak dari mana dapat kata itu?”
Azka diam.
“Azka dibilang bodoh sama siapa?”
“Sama  bang A,  karena aku tidak bisa naik sepeda roda dua.”



“Azka nggak bodoh tapi masih belajar. Azka gak boleh ya bilang bodoh ke orang. Kasar dan gak sopan. Dan tidak ada orang bodoh tapi belum belajar dan belum latihan.”

Azka mengangguk tanpa berani menatap saya. Selang beberapa hari berikutnya saya mendapat laporan dari pengasuhnya kalau tadi sore Azka menasehati teman sebayanya saat temannya itu berkata bodoh.

“Nggak boleh bilang bodoh. Kata mama itu kasar. Nggak sopan.” teteh pengasuhnya  menirukan perkataan Azka. 

Kejadian selanjutnya, saya dibuat terkejut dengan sikap Azka saat saya memintanya men pause dulu film yang tengah ditontonnya saat menjelang adzan magrib. Padahal menghentikan aktivitas menonton atau bermain menjelang adzan magrib adalah hal biasa dan Azka biasanya mengerti karena dia pun saya ajak sholat dan membaca iqro.

“Nggak mau!”katanya dengan nada setengah membentak dan mata yang dipelototkan.
Saya terkejut dengan bentakan dan pelototan matanya. Saya berusaha tidak membentak anak dalam mendidik anak walaupun dalam beberapa kesempatan bentakan itu tak terhindarkan jika nasehat halus dan bujuk rayu tidak mempan dan yang saya larang itu membahayakan.
“Nantikan boleh nonton lagi kalau sudah sholat dan baca iqro,” ulang saya.

“Aku gak mau! Nggak mau sholat! Mau nonton!” saya makin heran dengan sikap Azka.
“Filmnya tidak dimatiin cuma di pause. Ayo sayang,” Saya mendekat ke arahnya dan mengulurkan tangan untuk mengambil remote control.

“Nggak mau!” teriak Azka sambil melempar remote control belum habis kekagetan saya Azka menangis sambil memukul-mukul saya dan berteriak. Ini bukan gaya Azka banget.
Akhirnya teteh pengasuhnya angkat bicara, kalau tadi sore Azka melihat anak tetangga yang juga teman sebayanya tengah menangis sambil berteriak-teriak, melototi  dan memukul-mukul mamanya karena keinginannya tidak dipenuhi.

“Azka kenapa mukul mama? Mama kan nggak jahat hanya minta Azka stop dulu nontonnya untuk sholat magrib dan baca iqro. Berteriak, memukul dan melototi mama sama dengan melawan orang tua dan itu tidak baik. Nanti yang marah bukan hanya mama tapi Allah. Allah tidak sayang lagi sama Azka.”

Sejak hari itu tangisan Azka kembali normal.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk mengurung Azka dalam rumah dengan alasan agar tidak meniru hal atau sikap yang buruk. Karena interaksi dengan lingkungan adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Kelak ia akan memasuki lingkungan sekolah dan kehidupannya. Tugas saya dan abinya adalah membekali dan membimbingnya agar lingkungan buruk tidak mempengaruhinya tapi bagaimana dia bisa mengambil pelajaran dan memberi pengaruh positif pada lingkungannya.
Karena keleluasan bermain yang kami berikan pada Azka, Azka memiliki cukup rasa percaya diri dan berani.

Like Father Like Daughter


Sebagai komuter  yang harus pergi pagi dan pulang malam,  pertemuan suami dan kedua anak kami setiap harinya mungkin tidak lebih dari satu jam. Yaitu sebelum berangkat bekerja. Karena jam kantor suami saya agak siang, jam 9, biasanya dia berangkat dari rumah jam 7 dan pulang dengan jam tak menentu. Karena banyak pekerjaan atau kereta  mogok tanpa alasan jelas. Pilihan membawa kendaraan sendiri dirasa kurang bijak karena macet dan ini tentu berimbas pada pemborosan bensin (uang). Pengennya disupirin dan bensin diganti kantor,  seloroh suami. Amin….

Tapi minimnya interaksi si kecil dan suami yang hanya sekitar satu jam di hari senin sampai jumat tidak mengurangi keakraban dan kedekatan mereka.Kedekatan mereka kadang  membuat saya ‘iri’.  

Azka suka menceritakan kejadian-kejadian yang diangapnya lucu pada abinya, cekikikan bareng, sok berbagi rahasia, hal2 yang tidak pernah dilakukan Azka terhadap saya. Azka pun sepertinya mengagumi sosok Abinya. Apa yang dilakukan Abinya Azka  mengikuti..


Itu karena mama terlalu serius. Banyak ngatur ini itu. Mama bukan pendengar yang baik, komentar suami.

Ehm, gitu ya…#bersiap memperbaiki diri n jadi best mom#